Thursday 12 August 2010

Lika-Liku Dakwah

Dalam siklus hidup muslim (ilmu-amal-dakwah-sabar), 2 yang pertama cenderung mudah dilalui, adapun 2 yang terakhir cukup kompleks dan sulit ditempuh.

Berilmu dan beramal cenderung bisa dilakukan sendiri. Namun ketika bicara ttg dakwah dan sabar, maka menyangkut hubungan dengan orang lain yang mengakibatkannya lebih memerlukan kecerdasan dan kehati-hatian.

Allah Ta'ala berfirman,
"Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thoha: 43-44)

Subhanallah. Jelas bahwa yang ingin disampaikan Musa dan Harun adalah kebenaran hakiki, masalah yang sangat pokok. Dan, objek dakwahnya adalah raja kesyirikan yang menyebut dirinya tuhan. Maka layakkah kita gunakan kata-kata yang menyakiti hati, ketika yang kita sampaikan hanyalah hal-hal yang tidak pokok, dan lawan bicara kita adalah seorang  muslim?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berwasiat kepada Abu Dzar yang di antaranya adalah, "..katakanlah yang benar meskipun pahit.." (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban). Dengan dalil ini, sebagian orang merasa boleh2 saja menyampaikan kebenaran blak-blakan walaupun berakibat tidak senangnya orang yang mendengarnya.

Mungkin penafsiran itu tidak salah, tapi lihatlah baik-baik hadis tersebut. Yang digunakan adalah kata "pahit". Pahit itu adalah rasa di lidah, bukan di telinga. Maknanya adalah, pahitnya penyampaian kebenaran itu dialami oleh yg mengatakannya, bukan yang mendengarnya.

Sebagaimana yg pernah saya dengar dan pahami dari seorang ustadz, maksud pahit bagi yang menyampaikan kebenaran adalah, orang tersebut berpahit-pahit dalam mencari cara terbaik dalam menyampaikan kebenaran tersebut. Ia berusaha agar kebenaran itu diikuti oleh lawan bicaranya, bukan sekedar didengar, apalagi didengar lalu dibenci.

"Berbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka pahami. Apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan RasulNya?"
(perkataan 'Ali radhiallahu 'anhu, diriwayatkan al-Bukhari)

Oleh karena itu, marilah kita belajar dan berlatih, untuk melembutkan hati, melembutkan kata dan perbuatan.

"Zaman ini adalah zaman kelembutan, kesabaran dan hikmah, bukanlah zaman kekerasan. Mayoritas manusia saat ini dalam keadaan jahil, lalai dan lebih mementingkan duniawiyah. Maka haruslah sabar dan lemah lembut sampai dakwah ini tersampaikan dan sampai mereka mengetahuinya. Kami mohon petunjuk kepada Allah untuk semuanya."

(Majmu' Fatawa Samahatul Imam Ibnu Bazz Juz VIII, hal 376 dan Juz X, hal. 91)


Wallahul-musta'an
Dan hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan


---------------------------------------
Syaikhul_Muqorrobin@JKT  
hanya pembelajar, menyampaikan bukan karena tlah sempurna mengamalkan


6 comments: