Thursday 26 July 2007

Berpuasa Dari Membicarakan Orang Lain

Coretan seorang saudara yg alhamdulillah sarat dengan hikmah

:::::::::::::::::::::::::::::

Dalam salah satu metode terbiyah ruhani, ada yang disebut "berpuasa dari membicarakan orang lain" meskipun pembicaraan itu benar adanya, apatah lagi kalau tidak benar atau merupakan syak wasangka, perkiraan-perkiraan. Kadang-kadang diwajibkan meninggalkan membicarakan orang lain meskipun mengenai hal yang boleh dan tidak apa-apa.

Sungguh sangat banyak para cendekia, bahkan banyak dari mereka adalah orang mengaku berdakwah, yang terjatuh ke dalam perangkap membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain.
Padahal mereka tahu bagaimana keutamaan orang yang menutup aib orang lain.

Dalam hadits disebutkan,
“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)

Setiap muslim seharusnya menjaga aib saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat.
Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.

Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang bisa memberinya hukuman.
Jika ia seorang istri maka disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya.

Yang perlu diingat, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain.
Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia berkata,
“Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi)

Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ

“Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”

Siapa yang menutup aib saudaranya maka berarti menutup aibnya sendiri. Dan siapa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tutup celanya di dunia, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta'ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

------------------
sebagian besar dikutip dari
(http://www.asysyariah.com/)

17 comments:

  1. apalagi dah deket bulan ramadhan... kudu puasa :)

    ReplyDelete
  2. Setujuuu
    Tuk ibu-ibu...
    hati2 kalo lg ngerumpi, biasanya ngalor ngidul.

    ReplyDelete
  3. yg lucu, di antara kita klo ada yg mo ngomongin orang, ngomong "saya sih bukan mo ngomongin orang lho, tapi Pak Anu memang...." :)

    ReplyDelete
  4. wah,iya, siap2 buat bulan ramadhan,ya...
    sahabat hidupku menyimpan banyak cerita, tapi ia punya pintu penyeleksi untuk diceritakan kepadaku atau tidak. itulah salah satu hebatnya dia...^-~

    ReplyDelete
  5. pak syaikh, mohon ijin tulisannya saya co pas ke milis di tempat kami ya. syukron JKK.

    ReplyDelete
  6. jika ingin menyampaikan tetapi kita pula yang dicela dan dicaci adakah lebih baik berdiam diri,teruskan juga niat menyampaikannya kerana ngak mahu terus terusan melihat kesalahan org tersebut didepan mata atau menjarakkan diri dari org tersebut tanpa berkata apa2??apakah yang lebih pantas dilakukan?dan jika kita yang dimarahi pula adakah kita patut membalas semula atau menerima sahaja sedangkan kita yang betul??

    ReplyDelete
  7. menyampaikan sebaiknya dengan cara yang paling baik. bisa dengan memberi teladan, bisa dengan sindiran, bisa dengan kata-kata.
    semuanya disesuaikan dengan orang tersebut.

    klo sudah berbagai cara kita lakukan, tapi orang tersebut malah memarahi kita dan mendebat kita, kita diamkan saja dia, tak perlu dibalas dengan debat pula. karena dalam islam, debat yang tak berguna sebaiknya dijauhi.

    ReplyDelete
  8. kalau sama musuh islam yang menabur fitnah gi mana?

    ReplyDelete
  9. kalau dengan musuh islam, kita harus melawan, disesuaikan dengan prioritasnya. intinya tdk perlu memperpanjang debat bila memang tidak perlu.

    ReplyDelete
  10. adakah dengan nada atau ton suara yang kasar dan bhasa yng kasar kalau dimalaysia menggunakan kau atau aku..atau masih perlu bernada yang baik dan x perlu berkeras2..??adakah ia seperti perlawanan mental??

    ReplyDelete
  11. jika bisa dengan bahasa yg sopan itu lebih baik. wallahu a`lam

    ReplyDelete
  12. oo...terima kasih akn saya cuba yang sekadar mampu dan yang lain hanya diserahkan kepada ALLAH..Wassalam maaf kerna mencuri masa anda..

    ReplyDelete
  13. terimakasih kembali, farhan.
    wa`alaykumussalam...

    ReplyDelete
  14. Wow really nice good site ...
    Regards
    Organic mattress

    ReplyDelete