Friday 25 September 2009

Mereka, Para Pemberani di Hadapan Penguasa Zhalim

Sebagian ulama berpendapat terlarang melawan penguasa negeri muslim atau mengkritiknya di hadapan publik (walaupun kezhalimannya nyata), selama penguasa tersebut masih sholat. Ada hadis-hadis yang mendukung pendapat ini (cari sendiri ya.. :)

Namun sebagian ulama lain tercatat dalam sejarah sebagai mereka yang mengkritik penguasa zhalim dengan keras di hadapan publik, bahkan memerangi mereka. Mereka melakukannya bukan tanpa dalil. Mereka mengejar mashlahat yang lebih besar berdasarkan dalil-dalil umum amar ma'ruf nahy munkar, juga dalil khusus tentang keutamaan berkata benar di hadapan penguasa zhalim (hadisnya cari sendiri yah .. :).

Dari sini kita bisa melihat keluasan fikih, khususnya dalam masalah metode penegakan amar ma'ruf nahy munkar. Di mana hal tersebut merupakan masalah ijtihadi, yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Sebelum menyebut sebagian dari "mereka" yg saya maksud di judul postingan, ada 2 hal yg ingin saya sampaikan.
1. Ketika yang terang2an melawan penguasa zhalim disebut pemberani, bukan berarti yang tidak terang2an disebut pengecut. Ini adalah masalah ijtihadi, yang disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap masa dan tempat.
2. Saya tidak sedang mengajak untuk melawan pemerintah :) Saya tetap cenderung pada pendapat yang mendahulukan hikmah dan pelajaran yang baik dalam dakwah (QS.an-Nahl:125).

Berikut inilah yang saya sebut dengan "mereka". "Mereka" adalah manusia-manusia yang dikenal alim, diakui keulamaannya bukan hanya di zamannya, tapi jg di zaman-zaman setelahnya.

1. Hasan al-Bashri.
Mengkritik secara terang-terangan Hajjaj bin Yusuf (penguasa Irak yang zhalim), dalam acara "syukuran" pembangunan istana megahnya. Ketika sebagian yang hadir mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya menghentikannya ceramahnya, Hasan al-Bashri berkata, "Wahai saudaraku, Allah subhanahu wa taala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran pada manusia dan tidak menyembunyikannya."

2. Sa'id bin Jubair.
al-Imam Ahmad mengatakan tentangnya, "....tak seorang pun di muka bumi ini melainkan membutuhkan ilmunya".
Sa'id bin Jubair termasuk yang mengangkat senjata melawan pemerintahan zhalim Hajjaj bin Yusuf bersama beberapa ulama di masanya. Salah satu pemicu peristiwa tersebut adalah perampasan hak-hak wanita, anak-anak dan orang tua dari kalangan non muslim (ahli dzimmah) oleh Hajjaj.

3. Abu Muslim al-Khaulani
Suatu ketika Khalifah Mu'awiyah menaiki mimbar untuk berkhutbah, belaiu menunda pembagian harta untuk masyarakat 2 bulan ke depan. Abu Muslim pun langsung angkat bicara dan menegurnya, dan Mu'awiyah pun tersadar atas kesalahannya.

4. al-Imam Abu Hanifah
Berkali-kali beliau menolak taat pada perintah penguasa di zamannya untuk menjadi hakim (padahal menjadi hakim tidaklah melanggar syariat), sampai pernah dicambuk karena hal itu.

5. Sufyan ats-Tsauri
Sempat menjadi buronan di masa kekhalifahan al-Mahdi, karena ucapan kerasnya kepada sang khalifah.

6. Izuddin bin Abdissalam
Ia yang dijuluki Sulthanul-Ulama, termasuk yang banyak mengkritik secara terang-terangan khalifah di zamannya. Ia pernah mendatangi Sultan Najmuddin Ayyub di istana megahnya, lalu berteriak kepada sang sultan, di hadapan barisan pasukan dan para pejabat yang hadir,
"Wahai Ayyub! Apa hujjahmu di hadapan Allah ketika Dia berkata kepadamu, 'Aku telah memberikan kerajaan Mesir kepadamu lalu kamu memperbolehkan khamr?' "
Mendengar nasihat keras Izuddin bin Abdissalam, sang sultan mencoba berdalih namun akhirnya mengatakan akan memusnahkan toko2 khamr yang ada, setelah Izuddin mematahkan dalih2nya.

7. Muhammad bin Abdul-Wahab
Inilah ulama yang paling dekat masanya dengan kita. Dikenal sebagai pendiri gerakan yang sering disebut sebagai Wahabi (walaupun ia tidak pernah menyebutnya demikian). Inti gerakannya adalah pemurnian Islam dari segala syirik dan bid'ah. Bersama Muhammad bin Su'ud (penguasa kota ad-Dir'iyyah saat itu), ia mengangkat senjata melawan Kekhalifahan Turki Utsmani, yang dianggapnya telah membiarkan praktek bid'ah dan syirik merajalela di masyarakat. Dari pemberontakan mereka inilah asal muasal negara Saudi Arabia terbentuk.


Demikian sekilas tentang sebagian dari mereka yang tegas dalam menasehati penguasa di depan publik, atau bahkan memerangi secara langsung. Awalnya sempat ingin menuliskan kisah-kisah detailnya, tapi jadi panjang sekali nantinya :)

Kisah tokoh no1-6, saya kutip dari
1. "Mereka adalah Para Tabi'in", Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya, Pustaka at-Tibyan
2. "60 Biografi Ulama Salaf", asy-Syaikh Ahmad Farid, Pustaka al-Kautsar.

Wallahu a'lam

12 comments:

  1. thanks for sharing mas, btw agak bingung nih dengan kesultanan Utsmani, apakah kesultanan itu merupakan model khilafah islam yang didambakan banyak orang sekarang ini?

    ReplyDelete
  2. afwan deh klo yg ini... lagi g ada waktunya... :)

    ReplyDelete
  3. u r welkam.
    kekhalifahan utsmani adalah bentuk kekhalifahan terakhir. ia memang tidak ideal dibanding kekhalifahan khulafaur-rasyidin, misalnya.
    yang didambakan kaum muslimin tentu saja harus yang terbaik, tidak sekedar pada bentuk, tapi juga pada aplikasi al-Quran dan as-Sunnah dalam masyarakat dan pemerintahannya.

    ReplyDelete
  4. 1. Untuk kisah al-Hajjaj apa mas udah baca kisahnya secara keseluruhan? Atau jangan-jangan hanya sepotong-sepotong? Hasan al-Bashri sendiri mengatakan penyesalannya bergabung dan memberontak kepada al-Hajjaj. Bahkan ketika ditanya oleh sebagian muridnya ia sendiri mengatakan bahwa itu termasuk kesalahan terbesarnya. Ada sebuah buku bagus yang layak mas miliki berjudul Fitnah Ibnul Asy'ats. Baca juga al-Bidayah dan Majmu' Fatawa di jilid 16.

    2. Untuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, silahkan baca di sini : http://anditasb.multiply.com/journal/item/48. Jelas bahwa Najd bukan kekuasaan kekhalifahan Utsmani, sehingga syubhat dari sebagian orang bahwa beliau memberontak kepada kekhalifahan Utsmani adalah salah. Fitnah ini banyak dikutip dan disebarkan oleh saudara-saudara kita dari HT yang kemudian dikutip oleh sebagian kaum muslimin yang tidak mengetahui.

    3. Penolakan Abu Hanifah untuk menjadi hakim dikarenakan hakim waktu itu tidak bisa independen. Banyak fatwa dan kebijakan yang diatur oleh penguasa. Itulah sebabnya beliau menolak. Menolak taat kepada kemaksiatan adalah sunnah bukan?

    ReplyDelete
  5. Terima kasih atas tambahannya mas andita...
    Sejarah memang salah satu bab yang sering menimbulkan kontroversi. Sebagian pihak merasa kisahnya lebih shahih dibanding yang lain. Saya pribadi memosting tulisan ini bukan berarti membela mereka yang melawan penguasa. Saya juga telah membaca berbagai pendapat ulama tentang pentingnya ketaatan pada penguasa. Maksud tulisan ini adalah hendak mengembalikan masalah tersebut pada perbedaan di kalangan ulama.
    wallahul-musta'an

    ReplyDelete
  6. saya paham, hanya saja bukan berarti yang shahih tidak bisa ditelusuri bukan? begitu juga perbedaan pendapat tidak berarti semuanya sah dan bisa diterima bukan? soalnya kebenaran cuma 1 :)

    barakallaahu fiik

    ReplyDelete
  7. belum sempet aja ngerangkum kisah tabiin buat bacaan anak nih. padahal banyak hikmah yang menakjubkan

    ReplyDelete
  8. pengennya sih ngeduluin ummu thoriq dalam merangkum kisah tabi'in tuk anak2..
    bisa g ya... .. ^_^;

    ReplyDelete