Wednesday 25 November 2009

Bijaknya Para Imam Ahlus Sunnah Menyikapi Qunut Shubuh

Sungguh menyejukkan membaca uraian al-Ustadz Farid Nu'man Hasan. Begitu nyata sikap-sikap teduh para Imam Ahlussunnah dalam hal qunut shubuh.

Seperti kita ketahui, qunut shubuh merupakan khilafiyah ijtihadiyah dari masa ke masa. Dalam kaidah fiqh telah disebutkan Al Ijtihad Laa Yanqudhu bil Ijtihad (Suatu ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh ijtihad lainnya). ” Maka demikian pula dalam hal qunut shubuh. Asy-Syafi'iyah (mazhab Syafi'i) dan Malikiyah (mazhab Maliki) telah berijtihad tentang disyariatkannya qunut shubuh terus menerus. Adapun Hanafilah (mazhab Hanafi) dan Hanabilah (mazhab Hanbali) berijtihad bahwa qunut shubuh terus menerus itu bid'ah.

Sebelum kita menikmati keindahan sikap para Imam Ahlus Sunnah dalam berbeda pendapat, saya kutipkan sebagian dalil-dali dari kedua kelompok.

Yang membid'ahkan:
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat shubuh, kecuali karena mendoakan atas  sebuah kaum atau untuk sebuah kaum.” (HR. Ibnu Hibban, shahih)

Sa’ad bin Thariq Al Asyja’i bertanya kepada ayahnya, di mana ayahnya pernah shalat dibelakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, apakah mereka pernah qunut subuh? Ayahnya menjawab: Anakku, itu adalah muhdats (perkara yang diada-adakan).
(HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan lainnya, at-Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)

Yang mensyariatkan:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa melakukan qunut shubuh sampai faraqat dunia (meninggalkan dunia/wafat).
(HR. Ahmad, al-Baihaqi, Abdurrazzaq, ath-Thabarai, katanya: shahih. Ad Daruquthni,  al-Haitsami mengatakan: rijal hadits ini mautsuq (bisa dipercaya). Majma’ az-Zawaid, 2/139)
 


Dan inilah sikap para Imam Ahlus Sunnah dalam perbedaan ini:

Diceritakan dalam al-Mausu’ah sebagai berikut:
“Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah  bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka,  pinggiran kota Baghdad . Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah (pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.”
(Al Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah al-Awqaf asy-Syu’un al-Islamiyah)

Dikatakan oleh al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:
“Lihatlah para imam yang mengetahui banyak kesepakatan, adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.”
(asy-Syaikh al-‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh al-Islam)


Sufyan ats-Tsauri mengatakan, sebagaimana dikutip oleh at-Tirmidzi:
“Berkata Sufyan ats-Tsauri: “Jika berqunut pada shalat shubuh, maka itu  bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.”

(Lihat Sunan at-Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)


Ibnu Hazm berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syaukani:

“Siapa saja yang yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.”
(Nailul Authar, 2/346)

Ibnu Taymiyyah berkata :

“Demikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perselesihan seputar sujud sahwi karena  meninggalkannya atau melakukannya, jika pun  tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya (qunut, maka tetap sah shalatnya –pen).”  
(Al-Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 5/185. Mauqi’ al-Islam)

Adapun Ibnul-Qayyim pernah berkata :

“Maka, ahli hadits adalah golongan pertengahan di antara mereka (penduduk Kufah yang membid’ahkan) dan golongan yang menyunnahkan qunut baik nazilah atau selainnya, mereka telah dilapangkan oleh hadits dibandingkan dua kelompok ini. Sesungguhnya mereka berqunut karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya baik dalam melakukan atau meninggalkannya. Mereka (para ahli hadits) mengatakan: melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah, bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya sebagai bid’ah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih dengan sunnah, sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap meninggalkannya adalah bid’ah, dan tidak pula orang yang meninggalkannya  telah  berselisih dengan sunnah, bahkan barang siapa yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkannya juga baik.”
(
Zaadul Ma’ad, 1/274-275)

Ulama kontemporer asy-Syaikh al-'Utsaimin telah berpendapat :

Maka, orang yang menganggap bahwa manusia tidaklah berqunut, tetapi dia jika berimam dengan seorang yang melakukannya maka hendaknya dia mengikutinya dan mengaminkan doanya. Dia dalam hal ini berniat demi persatuan dan menghilangkan perpecahan, maka dengan niatnya itu dia akan mendapatkan pahala. Insya Allah.”
(asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad Darb No. 504)



Saya pribadi termasuk yang tidak berqunut. Namun jika sebelumnya saya tidak berqunut walaupun imam berqunut, maka sekarang saya dengan senang hati mengikuti imam, jika ia berqunut. Mengutip kalimat indah dari al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, "...semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.”

(^_^)

Wallahul-musta'an

15 comments:

  1. daku dari dl gitu :D
    tidak berqunut, tapi bila imam berqunut maka daku ikutan

    ReplyDelete
  2. Insya Allah semangat lagi tuk subuh di masjid, sebab sempat was-was juga

    ReplyDelete
  3. jangan sampe g subuh di mesjid cuma gara2 qunut bro :)
    keep the spirit!

    ReplyDelete
  4. haha... gara2 khilafiyah dlm fikih umat pecah?? ga mau ke masjid?, ga mau salaman?, ga mau kasih salam? capek deh...

    ReplyDelete
  5. yup, semoga kita slalu dalam petunjukNya :)

    ReplyDelete
  6. walhamdulillah, terimakasih kembali..

    ReplyDelete