Ketika kita jenuh oleh kesibukan berdakwah, bisa jadi karena
kesibukan-kesibukan dakwah hanya menjadi ritual belaka. Jiwa tidak hadir di sana.
Bisa jadi kehangatan kita
dalam kebersamaan dengan ikhwah berkurang atau menghilang. Terburu-buru meninggalkan tempat pertemuan, padahal datang telah tanpa persiapan.
Atau bisa
jadi, tempat-tempat peristirahatan yang Allah persiapkan untuk kita, tidak lagi
berguna sebagai tempat peristirahatan. Bukankah rasululullah shallallahu
`alayhi wa sallam beristirahat dengan meminta Bilal radhiyallahu `anhu
mengumandangkan adzan?
Jika kita kesal karena amal-amal kita tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka, bukankah Allah Maha Melihat dan pasti memberi balasan?
"Dan
katakanlah (wahai Muhammad): Beramallah kamu, maka Allah dan RasulNya
serta orang-orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui perkara-perkara
yang ghaib dan yang nyata, kemudian Dia menerangkan kepada kamu apa
yang kamu telah kerjakan."
Jika
setelah berusaha keras, justru kendala dan hal-hal yg memojokkan yang
datang, maka bukankah Allah telah memberikan kabar gembira bagi mukmin
yang tidak takut celaan orang-oran yang suka mencela? Bahwa sesungguhnya
penolong mereka adalah Allah dan RasulNya? (QS. al-Maidah:54-55)
Memang
iman itu yazid (bertambah) wa yankus (berkurang). Namun beruntunglah
orang-orang yang dalam kekurangan imannya masih tetap dalam ketakwaan.
Jika kita futur, bukankah berserah diri kepada Allah lebih nikmat daripada berputus asa dariNya?
"Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?'" (QS. Fushilat:33)
Teguh paham mas.. jazakallah khoir.. :p
ReplyDelete