Sunday 23 August 2009

Berapa Rakaat Tarawih Kita?

Hadis shahih menyebutkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat 13 rakaat
"Aku perhatikan shalat malam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, yaitu (Ia) shalat dua raka'at yang ringan, kemudian ia shalat dua raka'at yang panjang sekali, kemudian shalat dua raka'at, dan dua raka'at ini tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya, kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian witir satu raka'at, yang demikian adalah 13 raka'at".
(Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr.)

Selain itu ada hadis yang menyebutkan Nabi shallallahu alaihi wasallam sholat 11 rakaat.
“Tidaklah (Rasulullah shallallahu`alaihi wasallam) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Bukhari)

Selain itu :

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.

Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, “Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi’i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya.”(Al-Ikhtiyaaraat halaman 64).

Beliau menambah, "Yang paling utama ialah perbedaan ini adalah karena mengambil perbedaan keadaan orang yang solat. Jika mereka kuat mereka boleh melakukan 10 rakaat ditambah dengan tiga rakaat witir sebagaimana yang diperbuat Rasulullah pada Ramadan dan di luarnya, maka inilah yang lebih utama. Jika mereka mampu, mereka boleh melakukan 20 rakaat, maka ini adalah afdal dan inilah yang dilakukan oleh kebanyakan kaum Muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40. Dan jika seseorang itu bersolat dengan 40 rakaat, maka itu pun boleh, atau dengan jumlah yang lain turut diizinkan. Barang siapa menyangka bahawa qiyam Ramadan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka dia sudah salah." (Majmu' al-Fatawa 23/113; al-Ijabat al-Bahiyyah 22; Durus Ramadhan 48)


Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-’allaamah Sheikh Abdulah bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.

Ketika ada yang bertanya tentang apabila imam sholat 23 rakaat sedangkan kita berkeyakinan bahwa tarawih itu 11 rakaat, maka apakah kita memisahkan dari imam setelah 10 rakaat atau mengikuti sampai akhir, beliau menjawab;

“Yang sesuai dengan sunnah adalah tetap mengikuti imam meski ia shalat 23 rakaat. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من قام مع الإمام حتى ينصرف كتب الله له قيام ليلة

Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450)
dalam lafazh yang lain:

بقية ليلته

Ditulis baginya pahala shalat di sisa malamnya” (HR. Ahmad, no. 20474)
Maka yang paling afdhal bagi seorang ma’mum adalah mengikuti imam sampai imam selesai. Baik ia shalat 11 rakaat maupun 23 rakaat, atau jumlah rakaat yang lain. Inilah yang paling baik.

Selain itu, shalat tarawih 23 rakaat pernah dilakukan oleh Umar Radhiallahu’anhu dan sahabat yang lain. Dan ini bukanlah keburukan, bukan pula kebid’ahan, bahkan shalat tarawih 23 rakaat adalah sunnah Khulafa Ar Rasyidin. Hal ini memiliki dalil dari hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

صلاة الليل مثنى مثنى فإذا خشي أحدكم الصبح صلى واحدة توتر له ما قد صلى

Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau khawatir akan datanya fajar maka shalatlah 1 rakaat agar jumlah rakaatnya ganjil” (Muttafaqun ‘ilaihi)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak membatasi rakaat shalat malam dengan batasan jumlah tertentu, namun yang beliau katakan:

صلاة الليل مثنى مثنى

Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat

Namun memang lebih afdhal jika imam mengerjakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat atau 13 rakaat dengan salam setiap 2 rakaat. Karena inilah yang paling sering dipraktekan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada shalat malamnya. Alasan lain, karena shalat tarawih 11 atau 13 rakaat lebih sesuai dengan kondisi kebanyakan orang (tidak terlalu berat, pent) di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan. Namun bila ada yang melakukannya lebih dari itu, atau kurang dari itu, tidak masalah. Karena perkara rakaat tarawih adalah perkara yang longgar. (http://www.ibnbaz.org.sa/mat/1028)



Perhatian: jangan terlalu cepat menghukumi bahwa (teks) hadis nabi lebih layak untuk diikuti daripada pendapat Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyyah, atau bin Bazz, seolah-olah para ulama tersebut tidak memahami hadis. Padahal kitalah yg sangat jahil dalam ilmu hadis. :)

Wallahu a'lam
Wallahul-musta'an

16 comments:

  1. Oooo... antum kayaknya salah paham dengan tulisan orang, nih. Perlu hati yang jernih dalam memahaminya. OK?

    ReplyDelete
  2. Mas Syaikhul, mau tanya dong.

    Dulu di SMP pernah diajarin sholatnya 4 rakaat juga boleh. Bener nggak ya?

    ReplyDelete
  3. Bener akhi... ada juga kok haditsnya..

    Artinya : Dari Abi Salamah bin Abdurrahman bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah radyillahu anha tentang shalat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam di bulan Ramadhan. Maka ia menjawab ; Tidak pernah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam kerjakan (tathawwu') di bulan Ramadhan dan tidak pula di lainnya lebih dari sebelas raka'at (yaitu) ia shalat empat (raka'at) jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian ia shalat empat (raka'at) jangan engkau tanya panjang dan bagusnya kemudian ia shalat tiga raka'at".[Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]

    ReplyDelete
  4. sepertinya kita sama-sama salah paham ukhti...
    semoga Allah memberkahi segala usaha kita dalam mencari ridhaNya

    ReplyDelete
  5. Sedikit tambahan :
    1. Perbedaan lafadz hadits 13 raka'at dan 11 raka'at dalam shalat lail Rasulullah padahal sama-sama diriwayatkan oleh 'Aisyah dijelaskan bahwa ucapan 13 raka'at itu termasuk dengan 2 raka'at setelah isya'. Demikian penjelasan 'Aisyah sendiri dan Ibnu Abbas serta beberapa shahabat dan tabi'in yang mengutip dari keduanya sebagaimana penjelasan Syaikh al-Albani mengutip perkataan Ibnu Taimiyyah dalam al-Fatawa dan yang 'ulama selainnya.
    2. Tidak ada larangan shalat lebih dari 11 raka'at karena teks hadits tidak melarang demikian, namun yang lebih utama jelas sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan berdasar sabda beliau, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat."

    ReplyDelete
  6. terkadang ada sebagian orang yang menganggap karena hadisnya sudah jelas dari aisyah, bahwa shalat malam nabi di dalam dan luar ramadan adalah 11 rakaat (tidak lebih tidak kurang), lalu MENGANGGAP SALAH pendapat-pendapat ulama yg menyatakan boleh lebih (kurang) dari 11 rakaat. padahal para ulama kan bukan orang yg ga ngerti hadis. itu maksud saya mbak.

    ReplyDelete
  7. jazakallah khayran atas tambahannya..

    untuk poin satu, asy-Syaikh bin Baz membedakan ttg 13 dan 11 sebagaimana ana telah kutip di atas. Sepertinya ada perbedaan antara penafsiran hadis tersebut menurut bin Baz dan al-Albani.

    untuk poin dua, hadis yg antum pakai sudah jelas maknanya dan disepakati. yang berbeda adalah menafsirkan bagaimana shalatnya nabi shallallahu alaihi wasallam dari bermacam-macam hadis yg ada.

    ReplyDelete
  8. benar antara syaikh bin baz dan al-Albani berbeda penafsiran, cuma yang perlu digarisbawahi, pendapat terakhir Syaikhul Islam sebagaimana yang dikutip Syaikh al-Albani (berdasar penuturan Syaikh al-Albani sendiri ketika mentakhrij masalah ini)

    mengenai hadits tentang shalat lail pada bulan Ramadhan, apa anta pernah mentakhrij sendiri hadits-hadits yang ada? insya Allah kalo anta mau anta akan liat derajat kekuatan hadits tersebut, kendati beberapa diantaranya sama-sama diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana tugas kelompok ana Ramadhan lalu. Namun, dari perawi akan diketahui mana yang lebih diutamakan dan didahulukan.

    menafsirkan bagaimana shalat Rasulullah simple kok.. Kumpulin aja semua hadits shahih Rasulullah tentang shalat dan amalkan. Karena Rasulullah sendiri tidak permanen melakukan gerakan dan bacaan yang sama dalam setiap shalat. Selama hadits itu shahih, maka termasuk dalam hadits, "Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat."

    ReplyDelete
  9. jazakallah khayran atas tambahannya lagi...

    ReplyDelete
  10. wa iyyaka..

    mengkaji perbedaan pendapat para 'ulama akan menyadarkan kita bahwa 'ilmu itu sangat luas. juga melatih kita untuk memahami bagaimana jalan pikiran para 'ulama dalam menarik dalil..

    fiqh itu luas.. :)

    ReplyDelete
  11. makasih udah sharing kak,,mau nanya boleh ga sholat 4 rakaat udah keburu ditanya,,gapapa sih alhamdulillah malah :)

    ReplyDelete
  12. jadi yang benar yang mana? gimana kita bisa milih kalo semua (bisa) benar? kalo baca pendapat a, eh bener nih, kuat dalilnya. kalo baca ulama b, eh, kayaknya bener juga nih, kuat dalilnya.

    btw, beberapa ulama2 terkenal ada yang suka menyalahkan pendapat lain, yah. eh, atau itu interpretasi dari yang nulis majalah/buku?

    ReplyDelete
  13. kebenaran kan tidak harus 1, Teh...
    ibarat bacaan doa iftitah, ada banyak macamnya dan semuanya shahih.
    ketika ditemukan berbagai macam kebenaran untuk satu hal, itu tandanya kita boleh memilih.

    beberapa ulama memang sangat keras memegang pendapat mereka sampai menyalahkan pendapat ulama yg berbeda dengannya. tapi hal itu bukanlah cela, karena sebagai ulama wajar mereka memegang pendapat mereka dengan keras. yang patut diperhatikan adalah sikap menyalahkan pendapat ulama lain tidak sampai pada sikap mengkafirkan atau menuduh ulama lain sebagai ahli bid'ah misalnya. dan kita telah temui contohnya dalam masalah qunut shubuh. Imam Ahmad mengatakannya bid'ah, tapi Syafii menyunnahkannya, namun Imam Ahmad tidak pernah menuduh asy-Syafii sebagai ahli bid'ah.

    wallahu a'lam

    ReplyDelete