Sunday 30 August 2009

Syarat Memakai Hadis Dhaif

Ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya memakai hadis dhaif untuk fadhilah amal (keutamaan amal). Di antara yang melarang adalah al-Imam Bukhari, al-Imam Muslim, al-Imam Ibnu Hazm, asy-Syaikh al-Albani, dll.

Adapun di antara yang memperbolehkan adalah
al-Imam An Nawawi, al-Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam, al-Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, al-Imam As Suyuthi, al-Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, dll.

Mereka yang memperbolehkan penggunaan hadis dhaif untuk fadhilah amal
memberikan syarat yang ketat, sbb:

1.      
Kedhaifannya tidak parah. Sayangnya pada kenyataannya banyak manusia menggunakan hadits yang kedhaifannya parah, seperti munkar, matruk (semi palsu), maudhu’ (palsu), bahkan laa ashala lahu (tidak ada dasarnya).

2.      
Isinya tidak bertentangan dengan watak umum ajaran Islam. Misal menggunakan hadits dhaif tentang shalat dhuha, hal ini tidak mengapa, sebab tentang keutamaan shalat dhuha sudah diinformasikan dalam hadits shahih. Menggunakan hadits dhaif dalam menjaga kebersihan, ini tidak mengapa, sebab kebersihan memang sudah watak Islam. Yang terlarang adalah jika hadits tersebut bertentangan dengan watak Islam, misal menggunakan hadits tentang tidur orang puasa adalah ibadah, ini tidak dibenarkan sebab bertentangan dengan fakta sejarah yang justru banyak peristiwa besar dan kerja-kerja istimewa pada masa lalu justru terjadi ada bulan puasa.

3.      
Tidak memastikan/meyakini hal itu merupakan perintah atau perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Demikian yang saya dapat dari al-Ustadz Farid Nu'man...

Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah, penyampaian hadis dhaif dalam fadhilah amal harus dibarengi dengan info status kedhaifannya sehingga masyarakat mengerti, dan tidak semakin mempupolerkannya.

Wallahu a'lam

14 comments:

  1. nah ini poin penting juga... ^_^

    ReplyDelete
  2. PR kita lagi menyadarkannya di dunia nyata.
    Khususnya kampung ana yg da'i-nya kurang.
    Ana sendiri dianggap anak baru gede, shg tdk di dengar. Plus kafa'ah syariah-nya blm mumpuni krn belum pernah kuliah syariah.

    ReplyDelete
  3. yang penting usaha akh.... mulai dari diri sendiri, dan keluarga, dst...

    ReplyDelete
  4. dhaif (lemah) itu yang dihukumi dhaif oleh ulama ahli hadis mbak... ^^;

    alasan pengdhaifan bisa macam2..
    misalnya di antara perawinya ada yang pelupa, fasik (suka berbuat dosa), tidak dikenal (majhul), terputus (tidaknyambung dg tahun hidup perawi di atas/bawahnya), dll, yang kebanyakan berkenaan dengan sanad/jalur periwayatan.

    klo ada waktu insya Allah, akan saya coba tuliskan dalam artikel tersendiri...

    ReplyDelete
  5. bila keadaannya seperti itu (hadis dhaif dibantu oleh hadis shahih), maka status hadis tersebut naik menjadi hadis hasan li ghoirih...

    ReplyDelete
  6. setahu ana tidak serta merta langsung seperti itu, akhi.....

    klo isinya(matannya) serupa baru hadis dhaif tersebut bisa naik jadi hasan li ghairihi.

    hadis2 dhaif ttg fadhilah puasa ramadhan tidak akan naik jadi hasan li ghairihi hanya karena dalil puasa ramadhan sangat-sangat shahih (alquran).
    wallahu a'lam

    ReplyDelete
  7. klo isinya(matannya) serupa baru hadis dhaif tersebut bisa naik jadi hasan li ghairihi.

    benar, namun tidak mesti serupa bil lafzh, bil makna juga boleh..

    hadis2 dhaif ttg fadhilah puasa ramadhan tidak akan naik jadi hasan li ghairihi hanya karena dalil puasa ramadhan sangat-sangat shahih (alquran).

    tentu saja tidak pernah ada ceritanya dalil alquran mengangkat status hadis..
    yg ada sama sama hadis. hadis shahih mengangkat hadis dhaif menjadi hadis hasan li ghoirih, hadis shahih mengangkat hadis hasan li dzatih menjadi hadis shahih li ghoirih..

    ReplyDelete
  8. itu hanya perumpamaan akhi...
    puasa ramadhan pun memiliki hadis2 shahih sebagai dasar, tp tidak serta merta menaikkan derajat2 hadis dhaif ttg fadhilah ramadhan.

    ana setuju dg yg antum bilang bahwa harus ada keserupaan...

    ReplyDelete