Sunday 11 October 2009

Menafsirkan alQuran dengan Akal = Salah, Meskipun Benar ??

Sekedar ingin memberikan trigger, agar kita semakin dekat dengan al-Quran melalui cara-cara yang tepat.

Agar tidak hanya bersemangat dengan nomor-nomor ajaib di alQuran, tapi
enggan meluangkan waktu untuk menghafalnya,
bermalasan tuk mempelajari bahasanya,
tidak perhatian terhadap ilmu-ilmu tentangnya (ulumul-quran),
serta merasa sibuk tuk menghadiri kajian tafsirnya atau membuka kitab tafsirnya.



Inilah triggernya :)

"Barangsiapa menafsirkan al-Quran dengan akalnya, maka dia dianggap salah, meskipun penafsirannya benar."
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi. at-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan gharib. Namun ath-Thabari mengatakan ada masalah di perawinya)

Dari Abi Malikah, ia berkata: Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu anhu ditanya tentang tafsir 1 huruf di dalam al-Quran. Lantas beliau menjawab, "Langit mana yang mau menaungiku, bumi mana yang mau aku injak, ke mana aku akan pergi? Apa yang aku lakukan jika aku menafsirkan satu huruf dalam al-Quran dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah subhanahu wa ta`ala?"
(disebutkan oleh al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, Al-Jami` li Ahkam al-Quran, jilid 1 hlm.29)

Demikianlah perkataan 2 manusia terbaik umat ini. Untuk penjelasannya, silahkan datangi kajian-kajian tafsir, kunjungi ustadz-ustadz yang telah bertungkus lumus mempelajari alQuran dan Hadis, atau buka mukaddimah kitab-kitab tafsir para ulama salaf (^_^)

Semoga kita bisa semakin dekat dengan alQuran, melalui cara yang tepat.

24 comments:

  1. yupz.. kite kudu bener2 berhati-hati ..
    nyang lebih parah lagi, sekarang malahan banyak nyang menggunakan metodologi tafsir hermeunetika buat nafsirin Firman Suci ILLahi.
    Na'udzubillahi mindzalik !!

    ReplyDelete
  2. pnjelasannya tdk menjawab keingintahuan saya, mas... hehe
    klo hermeneutik emang parah itu...itu bukan lg tafsir, tapi ta'wil....

    ReplyDelete
  3. memang tidak menjawab secara langsung..
    tp menganjurkan tuk mencari jawabannya ke sumber yg lebih baik (daripada saya)...hehehe

    ReplyDelete
  4. bagaimana jika ternyata penafsiran yang seperti itu terbukti benar akh? apakah mungkin hanya unsur kebetulan belaka? mengenai ramalan... bukankah ada beberapa ayat dalam al-quran yg memang bersifat ramalan? seperti misalnya ayat yang mengabarkan kekalahan pasukan Romawi terhadap Persia. orang2 kafir banyak yg ragu ketika itu diucapkan Rasulullah, tapi beberapa ratus tahun kemudian ternyata terbukti benar.

    ReplyDelete
  5. klo di hadisnya sih disebut, "ia salah, meskipun penafsirannya benar"..
    penjelasan hadisnya silahkan antum merujuk ke para ustadz/kitab tafsir aja :)

    adapun ayat quran yang bersifat ramalan, ya kita benarkan dan imani. tapi ayat quran yang bukan ramalan, ya ga perlu dijadiin ayat-ayat ramalan :)

    ReplyDelete
  6. wah, klo al Quran berbicara ttg masa depan itu bukan ramalan namanya, tlg dibedain...klo ramalan itu msh bersifat salah atw benar, juga sumbernya ga jelas.... klo al Quran atw hadits itu khan sumbernya jelas dari Allah, pasti benar terjadi, bukan ramalan namanya...

    ReplyDelete
  7. 100 dech...maxudnya cape' dech...hehe

    ReplyDelete
  8. masalah bahasa akhi... :)
    betul yang antum sampaikan.

    ReplyDelete
  9. iya maksud saya itu... membicarakan tentang masa depan. maaf2... salah pilih kata "ramalan".

    kalau merujuk kepada hadits itu, berarti intinya tetap saja salah ya akh, walaupun benar. lalu bagaimana dengan kata2 dalam al-quran yg memiliki banyak makna? bukankah dengan adanya yg demikian jadi memungkinkan seseorang jadi berbeda penafsiran ttg suatu ayat?

    terus saya juga pernah dengar ceramah ulama terkenal indonesia, suatu ketika beliau ditanya jamaahnya ttg kewajiban seorang wanita untuk berjilbab. tapi ternyata beliau malah menyatakan bahwa pemahaman jilbab itu macam2... bahkan secara implisit beliau mengatakan bahwa berjilbab tidak harus selalu mengenakan jilbab seperti yg kita kenal sekarang, tapi cukup berpakaian yg rapi saja. padahal beliau itu pakar tafsir & pimpinan pusat studi al-quran di indonesia lho...

    ReplyDelete
  10. akh Dimas, tentang hadisnya silahkan antum kaji lagi sesuai anjuran ana di akhir postingan...

    penafsiran ttg 1 ayat wajar saja berbeda-beda, klo hadis yg berkaitan dg ayat tersebut isinya juga berbeda-beda... atau keterangan ttg ayat tersebut terdapat di banyak tempat di alquran...

    ulama bisa saja berbeda dalam menggabungkan dalil yang banyak, atau dalam memutuskan nasikh-mansukh di antara dalil2 tersebut..

    ttg ulama yg antum maksud, ana juga tahu, bahkan ana juga nonton acaranya :)
    ttg jilbab setahu ana sudah ijma' ulama dari masa lalu hingga sekarang..
    tidak ada yang maksum, kecuali Nabi shallallahu alaihi wasallam, itu aja pegangan kita.. :)

    ReplyDelete
  11. setuju dengan pernyataannya akhi di paragraf terakhir itu...
    saya juga jadi sangat khawatir setelah nonton acara itu. acara itu kan mungkin ditonton jutaan orang, tapi gara2 beliau memberi pemahaman yg menurut saya "nyeleneh", takutnya orang2 yang nonton percaya begitu saja dan menjadikan itu sebagai alasan mereka tidak berhijab. apalagi itu keluar dari seorang yang dinilai pakar tafsir. padahal sudah sangat tegas dan lugas bahwa perintah itu ada di al-quran dan hadits.

    ReplyDelete
  12. ah, itu mah omongannya si khalifah yg harus Quraisy...(dari indonesia)...

    ReplyDelete
  13. kita memohon kepada Allah hidayah-Nya
    wallahul-musta'an

    ReplyDelete
  14. Banyak sekarang yg Menggunakan Kalimat yang HAQ ( dalil-dalil alQur'an dan Hadits) untuk tujuan dan niat yang BATIL.
    dengan ilmunya tersebut orang seperti ini "sesat menyesatkan".

    ReplyDelete
  15. Ada dua hal yg sering dilupakan orang:

    Pertama, akal manusia berkembang seiring jaman, sedangkan Al-Qur'an ditulis oleh Allah SWT yg tidak dipengaruhi oleh dimensi waktu. Kalau penafsiran menggunakan akal semata, bisa jadi penafsiran yg muncul adalah penafsiran yg tidak tepat, karena akal kita belum mampu memahami kebenaran yg dijelaskan oleh Al-Qur'an. Dalam sains, apa yg dianggap benar hari ini bisa jadi diralat besok.

    Kedua, perkembangan akal manusia tidak selalu maju, adakalanya mundur. Jadi salah besar kalau menganggap bahwa pemahaman orang jaman sekarang lebih baik daripada nenek moyang kita dulu. Dengan demikian, kalau bersandar pada akal saja, bisa jadi penafsiran kita kini justru tdk lebih baik daripada penafsiran para pendahulu kita.

    ReplyDelete
  16. orang seperti ini "harus dihindari" :)

    ReplyDelete