Wednesday, 18 April 2007

Saat Sunnahnya Meninggalkan Shalat Sunnah

Diriwayatkan dari Hafshi bin `Ashim, ia berkata: Aku pernah menyertai Ibnu Umar radhiallahu `anhu dalam perjalanan ke Mekkah. Kata Hafshi : Dia mengimami kami shalat Zhuhur 2 rakaat, lalu pergi dan kami pun mengikutinya pergi, sampai dia mendatangi tempat kendaraanya, lalu dia duduk dan kami pun duduk bersamanya. Tiba-tiba ia menoleh sepintas ke arah di mana ia telah melakukan shalat, maka dia lihat orang-orang berdiri, kemudian dia bertanya, "Apa yang mereka lakukan?" Aku menjawab, "Mereka akan shalat (sunnah)." Kata dia, "Kalau aku harus shalat sunnah (sesudah qashar), maka lebih baik aku lengkapkan shalatku (4 rakaat). Hai kemenakanku! Sungguh aku telah menemani Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dalam berpergian, beliau tidak pernah shalat lebih dari 2 rakaat sampai beliau wafat. Aku juga pernah menemani Abu Bakar radhiallahu `anhu dalam perjalanan, dia tidak pernah shalat lebih dari 2 rakaat sampai dia wafat. Aku juga pernah menemani Umar  radhiallahu `anhu dalam perjalanan, dia tidak pernah shalat lebih dari 2 rakaat sampai dia wafat. Aku juga pernah menemani Utsman radhiallahu `anhu dalam perjalanan, dia pun tidak pernah shalat lebih dari 2 rakaat sampai dia wafat. Sedangkan Allah ta`ala telah berfirman (yang artinya): Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik.(al-Ahzab: 21) "
(HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim Imam al-Mundziri, hadits no. 441)


Ibnul-Qayyim rahimahullah berpendapat, "Di antara petunjuk Nabi shallallahu `alaihi wasallam saat sedang bepergian adalah meng-qashar shalat fardhu. Tidak ada shalat sunnah yang selalu dijaganya, baik sebelum maupun sesudah shalat fardhu, selain shalat Witir dan shalat Shubuh (2 rakaat sebelum Shubuh--pen)."
(al-Mulakhkhash al-Fikhi, Juz`al-Awwal; Qism al Ibadat, Syaikh Shalih al-Fauzan)

3 comments:

  1. jazakallah utk riwayat haditsnya; sbh pencerahan utk saya.
    saya berasumsi ketentuan ini berlaku juga saat kita tidak meng-qashar sholat dan hanya men-jamak-nya di dalam perjalanan?

    lalu bagaimana 'nasibnya' mereka yg krn tuntutan pekerjaan lebih sering berada dalam posisi itu (=musafir)? muqim sementara dan berkesempatan utk tdk meng-qashar atau men-jamak sholat2nya? mohon pencerahannya lagi :)

    jazakallah khaiir.

    ReplyDelete
  2. jazakallah utk riwayat haditsnya; sbh pencerahan utk saya.
    saya berasumsi ketentuan ini berlaku juga saat kita tidak meng-qashar sholat dan hanya men-jamak-nya di dalam perjalanan?

    lalu bagaimana 'nasibnya' mereka yg krn tuntutan pekerjaan lebih sering berada dalam posisi itu (=musafir)? muqim sementara dan berkesempatan utk tdk meng-qashar atau men-jamak sholat2nya? mohon pencerahannya lagi :)

    jazakallah khaiir.

    ReplyDelete
  3. waiyyak, mbak deazzy..
    saya memahami, ketentuan ini juga berlaku bila kita hanya menjamak sholat saja tanpa meng-qasharnya. karena hukumnya di ambil dari safarnya. wallahu a`lam.

    Tentang mereka yg krn perkejaan sering dlm perjalanan, saya kurang tahu apakah tetap dihukumi sbg musafir atau tidak.
    Adapun klo sudah dihukumi sbg musafir, ia tetap disunnahkan meng-qashar shalatnya, meskipun berkesempatan tdk meng-qashar shalatnya. Karena Allah senang keringanan darinya diambil.

    "Sesungguhnya Allah menyukai didatanginya rukhsah yang
    diberikan, sebagaimana Dia membenci orang yang melakukan maksiat" [Hadits Riwayat Ahmad 2/108, Ibnu Hibban 2742 dari Ibnu Umar dengan sanad yang shahih].
    Dalam riwayat lain disebutkan : "Sebagaimana Allah menyukai
    diamalkannya perkara-perkara yang diwajibkan" [Hadits Riwayat Ibnu Hibban
    364, Al-Bazzar 990, At-Thabrani dalam Al-Kabir 11881 dari Ibnu Abbas dengan sanad yang Shahih.]

    Adapun mengenai jamak, jika ia merasa luang untuk melakukan sholat tepat pada waktunya, maka itu lebih baik baginya (Taudhihul Ahkam, Al-Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/ 316-317). Walaupun saya melihat ada perbedaan untuk msalah jamak ini.



    wallahu a`lam.

    ReplyDelete