Tuesday, 21 October 2008

Bila Surga dan Neraka Tak Ada??

Tergelitik (geli kali ^^;) untuk menulis tentang hal ini ketika teringat syair Rabiah Al-Adawiyah yang kutipannya sebagai berikut,

"Aku mengabdi kepada Tuhan tidak untuk mendapatkan pahala apa pun"

"Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalamnya. Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya."
(sumber: kotasantri.com)

Sebenarnya yang teringat oleh saya tidak persis seperti di atas, tapi hasil pencarian di Google sepertinya lebih layak dipercayai daripada sekedar ingatan saya ^_^;

Sebagian kaum muslimin, dengan merujuk kisah-kisah sufi seperti di atas, memiliki pemahaman bahwa muslim yang ideal adalah muslim yang dalam menjalankan ibadahnya sudah tidak lagi mengharapkan surga atau meminta dihindarkan dari neraka. Bahkan di antaranya ada kesan seolah-olah muslim yang masih mengharapkan surga dan takut neraka itu rendah level keislamannya, masih belum "makrifat", masih belum mengenal kedalaman cinta kepada Allah.

Yang paling parah adalah ungkapan seorang artis yang secara tidak sengaja saya tonton ketika di Indonesia. Sang artis yang sepertinya salah kaprah dalam bersufi itu berkata, "Buat apa takut sama Allah? Kan Allah Maha Penyayang". Dalam hati saya, "Hah?"

Hm, benarkah pemahaman seperti itu? Kalau yang terakhir, saya berani berkata bahwa ungkapan itu sangatlah tidak tepat. Tapi untuk membahasnya lebih umum, mari kita bandingkan dengan fakta-fakta lain yang ada.

Pertama, taqwa dalam bahasa arab berakar kata pada kata takut. Takut kepada Allah, takut kepada neraka. Dalam surat al-Baqarah: 24, Allah azza wajalla berfirman "fattaqunnaar allatii wa quduhannasu wal-hijarah" (maka takutlah pada neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu). Dalam Al-Quran terjemahan Bahasa Jepang pun, kata taqwa selalu diartikan sebagai "osoreru" yg artinya takut. Ini sedikit berbeda dg terjemahan Bahasa Indonesia yang terkadang tidak menerjemahkan kata taqwa.

Kedua, dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa salah satu doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah; Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil-akhirati hasanah, waqina adzabannar. Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun masih meminta perlindungan dari neraka?

Ketiga, dalam salah satu hadits shahih tentang ramadhan disebutkan, "Barangsiapa berpuasa dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu". Dalam buku Sifat Shaum Nabi shallallahu alaihi wasallam karya Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid disebutkan bahwa makna dari "penuh iman dan ihtisab" adalah membenarkan wajibnya puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan, tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya.

Keempat, banyak hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang menyebutkan tentang amal-amal yang berbalaskan surga dan pembebasan dari neraka, dan para sahabat bersegera menyebut seruan-seruan itu.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Tujuh puluh ribu orang dari umatku masuk surga tanpa hisab (tanpa perhitungan amal-red)". Seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah semoga Dia berkenan menjadikanku bagian dari mereka". Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa, "Ya Allah, perkenankanlah, Engkau menjadikannya termasuk di antara mereka". Kemudian yang lain berdiri pula dan berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah, agar Dia berkenan menjadikanku bagian dari mereka". Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Engkau telah didahului Ukasyah" (HR. Muslim, shahih)

Dari sini kita bisa melihat bahwa orang-orang yang beribadah dengan mengharap surga dan takut akan neraka sama sekali bukan muslim berlevel rendah, atau tidak mengenal kedalaman cinta kepada Allah. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat adalah kumpulan makhluk-makhluk paling tinggi levelnya di antara makhluk-makhluk-Nya. Mereka adalah kumpulan manusia-manusia yang paling paham bagaimana mencintai-Nya di antara manusia-manusia lainnya. Demikianlah kondisi mereka, lalu bagaimanakah kondisi kita?

Wallahul-musta'an
(Dan Allah-lah Yang Maha Penolong)

26 comments:

  1. benar, akhi... memang cinta, harap dan takut harus ada dlm perasaan kita dalam hubungannya dgn Allah... kalau salah satu gak ada, maka timpang jadinya...

    ReplyDelete
  2. yup, islam harus dipahami secara syumul.
    surga dan cinta Allah adalah satu paket, neraka dan murka Allah adalah satu paket. Tidaklah bijaksana memisah-misahkan apa yang Allah satukan.

    ReplyDelete
  3. Ungkapan seperti ini banyak dijadikan jargon utama kaum tasawuf. Padahal surga dan neraka adalah satu paket, begitupun harap dan cemas mesti mengiringi tiap do'a agar sempurna.

    Sebaik-baik contoh adalah Rasul saw dan para sahabat.
    Kekeliruan mengartikan rasa cinta malah berdampak menyepelekan asma Allah itu sendiri.

    ReplyDelete
  4. kalau make a prayer untuk masuk surga, boleh tidak?? (not a joke question)

    ReplyDelete
  5. kalo menurut saya, itu cuma klaim mereka saja, dan sama sekali gak bisa dibuktikan... Islam sendiri selalu mengajarkan cinta pada Allah SWT setelah memaparkan bukti-bukti kasih sayang Allah kepada manusia, demikianlah metode pengajaran cinta pada Allah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah... secara fitrah pun manusia mengenal cinta sebagai sebuah interaksi dua arah... saya nggak yakin (atau setidaknya nggak bisa memastikan) apakah manusia akan cinta pada Allah, sekiranya Allah tidak menjanjikan surga dan memberi kenikmatan di dunia... justru sebaliknya, meskipun Allah sudah menjanjikan surga dan memberi kenikmatan di dunia, masih ada saja yg kufur pada-Nya...

    mungkin itu sebabnya Islam melarang berandai-andai... sebab kita gak pernah tahu bagaimana sikap kita jika realita dlm hidup ini berbeda dari yg kita ketahui... bagaimana mungkin mengatakan "Jika tak ada surga dan neraka, aku akan tetap menyembah-Mu, ya Tuhan!", sedangkan yg bicara begitu adalah manusia yg yakin bahwa surga dan neraka itu ada dan Allah takkan merevisi janji-Nya? apa iya dia bisa meninggalkan keyakinannya terhadap janji Allah (yaitu surga dan neraka) tsb sebelum mengucapkan kata-kata itu? I don't think so...

    ReplyDelete
  6. boleh, sangat boleh.

    Sis, my article really really say that it's ok to pray for surga :)

    ReplyDelete
  7. well..since i several times read about the prayer of rabiatul adawiyah above, for several times confusing me though "so, we cant ask for the heaven?then why should it be created for??"
    truly, none will allow themselves to get into hell, eventho they are non moslems (sumtimes i dont understand wot sufists's thought bout heaven and hell) *confused* (ps:sorry for my bad typing....problem with inet access here, bro..)

    ReplyDelete
  8. u dont hav to understand what suffist thought bout heaven and hell..
    just follow the Prophet's way.. :)
    the diin (islam) is clear, dont get confused by some minor unbacked opinions...

    ReplyDelete
  9. hahahahahahaha...indeed
    thanks alot (since i dont have a place to learn more about islam..many confusing things go on)

    ReplyDelete
  10. Yup bener bang, manusia sah2 aja kan mengharap surga kelak nanti. Lagipula itu juga merupakan janji Allah, karena setiap amal baik pasti akan diganjar dengan kebaikan ^_^

    "Barang siapa menyembah Allah dengan cinta saja maka sungguh ia Zindiq. Barang siapa menyembah Allah dengan harap saja maka ia adalah Murji'.Barang siapa menyembah Allah dengan takut saja maka ia Haruri.Mukmin bertauhid menyembah Allah dengan ketiganya : Takut,harap,dan cinta" ( Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)

    Zindiq adalah sebutan bagi tiap orang yang tertipu oleh perasaan dan angan kosongnya.

    Murji' adalah orang yang menganggap iman cukup dengan pembenaran lisan sehingga memudah-mudahkan.

    Haruri adalah sebutan lain Khawarij,kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar karena berlebihan dalam rasa takut.

    ReplyDelete
  11. wah commentnya kepanjangan ya..muup bang :D

    ReplyDelete
  12. iya juga ya..
    terima kasih buat diskusinya ya

    ReplyDelete
  13. siip.. makin manteb aja nih. jazakillah khayr, sis :)

    btw, bukan Ibnu Taimimah tp Ibnu Taimiyah kan?! (cuma salah ngetik kan?!)

    ReplyDelete
  14. kagak2 perlu pake maap2an.. ilmu hrs dibagi2.. kyk pepatah "sampaikanlah ilmu walaupun panjang" :D

    ReplyDelete
  15. Membaca artikel akhi, saya tdk bisa berhenti tersenyum, dan berujar Alhamdulillah, hr ini mendapat pencerahan rohani yang luar biasa. Menurut hemat saya, Syair Rabiah Al-Adawiyah yang diposting diatas sedikit agak terpenggal. Adapun syair tersebut secara lengkap adalah "Tuhanku, jika aku menyembahMu karena takut pada api neraka, maka masukkan aku di dalamnya! Dan jika aku menyembahMu, karena tamak kepada syurgaMu, maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembahMu karena kecintaanku kepadaMu, maka berilah aku kesempatan untuk melihat wajahMu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu. Tuhanku tenggelamkan aku dalam lautan cintaMu". Pemahaman awam saya atas syair tersebut pun menggelitik saya, bahwasannya Rabiah ingin mengajak kita lebih menyelami makna kecintaan kita kepada Sang Pemilik Cinta, bahwa keadilan dan kasih-Nya tidak harus berjalan seperti matematika, seperti pemahaman jika kita rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dan nikmat dunia yang menghampiri. Kita memintaNya membalas perlakuan baik yang kita jalani dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Karena sungguh tidak layak jika Dia diperlakukan seolah sebagai mitra dagang, dan bukan kekasih. Rabiah mengajarkan kita lewat syairnya tentang makna Cinta tanpa hamparan nisbi dan ibadah yang penuh dengan keikhlasan. Semoga kita semua dapat memetik hikmah dari setiap kejadian. Maaf ya mas, puanjang juga comment'a :)

    ReplyDelete
  16. tfc.
    baik versi pendek maupun versi panjang. syair Rabiah al-Adawiyah kurang sesuai dg konsep islam yg membolehkan pemeluknya beribadah krn mengharap surga atau menghindari neraka.. :)

    ReplyDelete