Wednesday, 22 October 2008

...dan bersiap-siagalah! (crisis on the way)

Krisis global makin meluas efeknya, dan masih belum akan berhenti. Yang saya heran, pemerintah kita masih mau ikut IMF. Padahal Amerika saja tidak bisa mereka selamatkan. Bahkan di saat negara-negara lain menurunkan suku bunga, Indonesia dengan tenangnya menaikkan suku bunga, walaupun tidak persis nurut IMF, tapi tetap mengulang hal yang sama yg dilakukan pemerintah pada krisis 1997.

Kalau kita perhatikan, ketika terjadi krisis kebijakan yang cenderung diambil oleh negara-negara di dunia adalah menurunkan suku bunga. Saya pikir, sebenarnya mereka sudah paham bahwa suku bunga (riba) telah menyebabkan krisis, menurunkannya akan memperlambat atau menurunkan efek krisis. Kalau begitu, kenapa tidak sekalian suku bunga dihilangkan saja? Sepertinya ketamakan untuk memiliki harta tanpa usaha (riba) masih dimiliki oleh penguasa-penguasa dunia sekarang. (penguasa dunia tdk sama dengan pemerintah negara-negara di dunia lho..)

Krisis masih akan terus berlanjut. Ada baiknya kita segera mengganti aset-aset uang kertas kita dengan aset-aset riil (tanah, emas, dll). Uang kertas sendiri bagian dari sistem riba. Menjauhinya akan membantu kita bertahan dari krisis yang disebabkan riba ini. Bagaimana prosesnya, insya Allah akan saya coba rangkumkan dari taujih-taujih dosen finansial saya, kalau ada kesempatan :)

Ohya, saya kutipkan berita bagus sebagaimana di bawah (dari blog Bang Abduh), semoga dapat meningkatkan sense of crisis kita semua.

Wallahul-musta'an


----------------------------------------------------kutipan-------------------------------------------

PADA sidang kabinet khusus yang digelar Senin pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan 10 langkah yang akan ditempuh pemerintah guna mengantisipasi dampak buruk krisis ekonomi yang tengah melanda dunia saat ini. Kebijakan tersebut, pada intinya, ditujukan untuk memacu sektor riil dan mengamankan sektor moneter.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga mengimbau rakyat agar tidak panik dalam menyikapi krisis yang tengah melanda dunia itu. Seyogianya, katanya, dampak yang akan terjadi saat ini tidak akan seburuk krisis pada 1998. Presiden pun optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi masih akan tetap terjaga pada kisaran 6%.

Apa yang terjadi setelah itu, tak seperti yang diperkirakan. Bencana pun akhirnya sampai juga ke Indonesia. Itu ditandai de¬ngan ditutupnya perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu pekan lalu. Dasarnya, karena pada hari itu indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot sangat tajam, lebih dari 10%.

Karena itu pula, banyak kalangan mulai meragukan 10 langkah Presiden SBY akan efektif menangkal dampak krisis. Salah satunya yang tergolong kritis adalah Rizal Ramli. Pengamat ekonomi yang pernah menjabat Menko Perekonomian di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ini, menilai bahwa 10 langkah yang tengah digencarkan pemerintah itu tidak cukup memadai. ”Lagi pula itu hanya berupa imbauan, bukan kebijakan,” katanya.

Kondisi seperti yang tengah terjadi sekarang ini, sebenarnya sudah diperkirakan Rizal jauh sebelum ini. Ia pun telah mengingatkan pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah antisipatif. Sayangnya, ”Saya malah dianggap mencari popularitas,” kata Rizal. Nah, bagaimana seharusnya kita menyikapi krisis global yang tengah merebak sekarang ini, pekan lalu, Rizal berkesempatan memberikan pandangannya kepada Hardy Hermawan dan Bona Ventura dari TRUST. Berikut petikannya:

DAMPAK KRISIS GLOBAL KIAN TERASA. PADA RABU PEKAN LALU BURSA DITUTUP.
LANTAS SEBERAPA BURUK ANCAMAN KRISIS INI?
Sebelumnya saya mau flashback dahulu saat Econit mengeluarkan perkiraan ekonomi 2008 di awal tahun. Ketika itu saya sudah mengingatkan agar hati-hati. Dan menyebut tahun 2008 sebagai The Year of The Bubbles. Gelembung tersebut telah terjadi di Indonesia, terutama di sektor finansial termasuk bursa dan kredit konsumen. Dan gelembung ini bisa meledak di 2008. Alasannya, kemungkinan Amerika akan mengalami resesi. Faktor penyebabnya, negara itu mengalami triple deficit, yakni defisit anggaran, defisit perdagangan, dan defisit kapital. Sewaktu-waktu hal tersebut dapat berimbas dan meledak di Indonesia.

TANGGAPAN PEMERINTAH SAAT ITU?
Sayangnya, pada waktu itu, Menko Perekonomian Boediono membantahnya. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Rizal Ramli mengada-ada dan mencari popularitas. Sehingga dari Januari-Oktober, pemerintah terus merasa percaya diri dan tidak melakukan langkah antisipatif untuk memperkuat ekonomi nasional. Begitu terjadi krisis, langsung panik dengan menutup BEI. Ada rumor yang belum resmi kebenarannya menyatakan bahwa penutupan itu dikarenakan adanya salah satu menteri yang saham-saham perusahaannya sedang anjlok. Jadi penutupan bursa ini sebenarnya belum perlu dilakukan. Penutupan justru menimbulkan kepanikan di kalangan pebisnis di Indonesia.

TETAPI PRESIDEN SBY MENGATAKAN TIDAK AKAN TERJADI DEJA VU SEPERTI 1998?
Saya menilai pernyataan SBY itu tidak tepat. Bila membandingkan krisis saat ini dengan bulan September 1997, pada waktu itu, ekonomi Indonesia masih terkendali dan baik-baik saja. Hanya Menteri Keuangan saat itu, Marie Muhammad, dan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, percaya dengan nasihat IMF supaya mengetatkan uang. Saya pernah menulis artikel di media massa pada September 1997 bahwa itu berbahaya. Kebijakan super tight monetary policy bisa membunuh sektor keuangan Indonesia. Itulah yang mengguncang bank-bank di Indonesia.

BAGAIMANA DENGAN KEBIJAKAN BANK INDONESIA (BI) YANG MENAIKKAN SUKU BUNGA?
Obat untuk menghadapi krisis dilakukan pemerintah sekarang ternyata sama dengan krisis 1998, yakni menaikkan tingkat bunga. Dua bulan lalu, IMF menyarankan supaya BI menaikkan tingkat bunga. Dan pemerintah pun manut lagi. Padahal seluruh dunia sedang menurunkan tingkat bunga. Mulai dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, Cina, sampai Malaysia menurunkan tingkat bunga, kecuali Indonesia. Wong IMF memberi advis soal krisis di AS saja tidak bisa, pemerintah kok masih mau saja mendengarkan mereka. Saya menilai pemerintah blunder lagi.

MENGAPA PEMERINTAH TERUS-MENERUS MAU MENGADOPSI CARA SEPERTI ITU, PENGETATAN LIKUIDITAS DENGAN MENAIKKAN SUKU BUNGA?
Karena pemerintah kita anteknya IMF. Mereka selalu mengikuti saran-saran yang diberikan IMF. Hanya saja tidak ada yang percaya bila ada yang mengatakan seperti itu.

SEBENARNYA, BAGAIMANA KONDISI EKONOMI INDONESIA SAAT INI?
Saya mengandaikan ekonomi dunia seperti bejana-bejana. Pada ekonomi AS, bejananya besar dan dalam. Sedangkan ekonomi Indonesia, bejananya kecil. Karena efek globalisasi, gelombang di bejana besar seperti AS akan terjadi juga di bejana-bejana kecil se¬perti Indonesia. Negara yang bisa bertahan ialah negara yang memiliki tanggul-tanggul, yakni sektor riil yang kuat. Tapi faktanya, selama empat tahun ini, sektor riil di Indonesia malah hancur, terjadi percepatan deindustrialisasi. Hal ini bisa terjadi karena garis kebijakannya, neo liberal yang tidak mendukung perkembangan sektor riil. Jadi Indonesia memang tidak memiliki tanggul.

LALU BAGAIMANA DENGAN 10 ARAHAN DARI PRESIDEN?
Saya mengucapkan mohon maaf, 10 arahan tersebut bisa dikatakan kualitasnya tidak memadai. Coba baca 10 arahan itu, isinya hanya imbauan bukan policy. Misalkan, anjuran untuk meningkatkan sektor riil, selama empat tahun saja nyatanya tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu beli produk dalam negeri, tapi Menteri Perdagangannya percaya pada pasar bebas. Seharusnya pemerintah melindungi industri padat karya dengan tarif bea masuk produk impor yang tinggi. Sehingga produk luar tidak berkeliaran bebas di Indonesia. Ideologi kabinet sekarang tidak memercayainya, mereka lebih per¬caya pasar bebas.

PRESIDEN JUGA MENGATAKAN AGAR PASAR JANGAN PANIK DENGAN KONDISI SEPERTI INI. BAGAIMANA PENDAPAT ANDA?
Malah semakin panik. Bayangkan saja, Presiden mengadakan rapat dengan kabinet dan sejumlah pebisnis. Namun yang terjadi bukanlah rapat, melainkan memberi kuliah, dan itu bukan dari ahlinya. Berbeda dengan almarhum Soeharto yang merasa dirinya bukan orang pintar, sehingga meminta saran dari ahli ekonomi dan pebisnis. Setelah dipelajari baru mengambil keputusan, jadi tidak main kuliah-kuliahan.

ADA YANG MENYATAKAN BAHWA PRODUK EKSPOR INDONESIA KE AS TERBILANG KECIL BILA DIBANDINGKAN DENGAN EKSPOR KE ASIA. SEHINGGA EFEK KRISIS SAAT INI TIDAK BEGITU SIGNIFIKAN?
Pernyataan yang dilontarkan pejabat tinggi tersebut seperti omongan orang jalanan. Negara-negara Asia itu merupakan perantara produk Indonesia ke AS. Bila di AS terjadi perlambatan, maka negara Asia yang menjadi perantara juga mengalami perlambatan. Imbasnya, Indonesia juga mengalami perlambatan.

LANTAS BAGAIMANA CARA MENANGANI DAMPAK KRISIS INI?
Saya meminta pemerintah harus jujur. Pertama, di mekanisme perdagangan. Saat ini harga komoditi sedang turun, sehingga akan mengurangi ekspor. Ini sudah terlihat sejak kuartal I. Current account-nya sudah defisit bukan surplus, namun pemerintah mengaku tidak terjadi apa-apa. Bila pemerintah tidak jujur, mereka tidak akan dipercaya. Optimi¬tis memang boleh, tetapi harus berdasarkan fakta dan policy, sehingga kondisi yang buruk bisa berubah menjadi baik.

LALU …
Kedua, pada mekanisme finansial. Kondisi sekarang menyebabkan kesulitan likuiditas di seluruh dunia. Ini bisa memicu berbagai masalah. Apalagi jika pemerintah menambahnya dengan kebijakan uang ketat. Sebab kebanyakan rakyat mengkonsumsi dengan cara kredit, seperti membeli produk elektronik, kendaraan, dan rumah. Bila Boediono mengikuti saran IMF dengan menaikkan tingkat suku bunga, maka bisa terjadi sub-prime di Indonesia.

JADI APA YANG HARUS DILAKUKAN PEMERINTAH?
Intinya tidak bisa dengan 10 langkah tadi. Coba tunjuk, mana dari 10 langkah tersebut yang bisa menyelesaikan masalah. Sudah bukan zamannya lagi imbau-mengimbau. Buat policy supaya swasta dan masyarakat bisa mengambil tindakan positif. Menurut saya yang terpenting kebijakan itu bermanfaat bagi rakyat. Sebab, saat makro ekonomi bagus, rakyat tetap tidak mendapatkan apa-apa. Angka pengangguran dan kemiskinan masih tetap tinggi.

DIPERKIRAKAN KONDISI SEPERTI INI AKAN BERLANGSUNG SAMPAI KAPAN?
Saya khawatir kondisi seperti sekarang ini akan berlangsung tiga hingga empat tahun mendatang, bila cara penanganannya seperti ini. Majalah Time beberapa minggu lalu menulis mengenai kondisi Indonesia. Dikatakan, ’Indonesia is the sleeping giant’. Jadi negara ini merupakan raksasa yang sedang tidur selama ini, terutama di sektor ekonomi. Padahal negeri ini memiliki potensi menjadi negara besar di Asia.

Dikutip dari Majalah Trust edisi 13 Oktober 2008.

16 comments:

  1. ndak nurut IMF kok mas, kalau nurut IMF, suku bunga SBI harus lebih dari 10.5 padahal BI 'cuma' menaikkan ke level 9.5 aja, itu aja sudah kisruh...

    ReplyDelete
  2. ups, trims atas masukannya mas syamsul... :)

    tp sayangnya tetap naik yah, padahal negara2 lain pada nurunin...

    ReplyDelete
  3. krisis disana sini, ya ekonomi ya akhlak.........

    ReplyDelete
  4. yup, awal dr krisis ekonomi juga bermula dari akhlak yg ga bener (serakah dll..)

    ReplyDelete
  5. Rakyat sudah tidak bisa panik lagi, mereka hanya bisa apatis dan putus asa :(

    ReplyDelete
  6. "Dan Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.."
    [Al-Baqoroh : 155]

    moga setiap krisis yang mampir di kehidupan dunia ini, tidak sampai menimbulkan krisis iman setiap mukmin.

    ReplyDelete
  7. Klo muslim sih jangan putus asalah... :)

    "Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Yusuf: 87)

    ReplyDelete
  8. Setuju mas, tetapi kan banyak saudara-saudara kita yang pengetahuan agamanya kurang. Mungkin ayat yang mas kutip mereka juga enggak tahu. sayang sekali

    ReplyDelete
  9. tugas kita tuk memberi tahu...
    mulai dari yang terdekat.. mulai dari menuliskannya :)

    semoga Allah memahamkan agama islam kepada kaum muslimin

    ReplyDelete
  10. yaa salah satunya itu.. secara pribadi kita jauhi sistem riba, sebisa mungkin mengganti uang kertas kita dg aset2 riil... itu secara pribadi.

    secara kenegaraan sih g perlu dibahas di sini :)

    ReplyDelete
  11. capek, Sir..
    i personally like to debate about riil and un riil saving (tanah vs bursa saham) because i ever worked in there...
    orang masih percaya (even our govern) kalau sektor riil hanya memberikan little benefit.
    padahal, sektor riil is stronger and even fundamental for our economic
    susah hidup in capitalism environment...hahahahaha

    ReplyDelete
  12. Tetap optimis!
    Jangan lupa kirim MYR & $ ke kampung halaman... :-)

    PS: saya kemarin sempat bertemu pak Askar Triwiyanto, rupanya beliau kenal (lumayan baik) dengan pak Syaikhul.

    ReplyDelete
  13. capek of course... :)
    but the campaign (anticapitalism) should go on.. hahahaha

    ReplyDelete
  14. Betul, optimis itu harus..
    Daripada kirim ringgit n dollar, mending kirim emas kali.. :D

    PS: ternyata Pak Eko kenal dengan Pak Askar... :)

    ReplyDelete