Jawaban seorang muslim tentu, "karena saya muslim".
Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kehidupan ini dijalani dalam koridor yang telah ditentukanNya. Halal-haram adalah patokan utama, bukan selera, atau bahkan sekedar kemudahan.
Terlebih lagi, jika halal-haram yang dimaksud menyangkut dosa besar. Ya, riba adalah dosa besar.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Jauhilah tujuh (dosa besar) yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa sajakah itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan."(HR. al-Bukhari no.6351)
Yang namanya dosa besar, maka tidak akan hilang kecuali dengan taubat. Dan yang namanya taubat, maka tidak akan diterima kecuali dengan meninggalkan perbuatannya. Jadi, sudah siapkah kita bertaubat alias kembali kepada sistem yang diridhai-Nya? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing.
Terkait dengan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) Syariah, memang pada kenyataannya ia lebih mahal daripada KPR ribawi (konvensional). Salah satunya dikarenakan kebanyakan KPR Syariah berbasis jual beli, sehingga cicilan bersifat tetap sepanjang periode pembayaran. Ini berbeda dengan KPR ribawi yang cicilannya bisa berubah-ubah sesuai dengan tingkat suku bunga BI. Oleh karena itulah, KPR Syariah perlu memasukkan unsur-unsur tingkat inflasi di harga jualnya, untuk mengantisipasi kerugian-kerugian yang mungkin dialami bank di masa mendatang.
Tentu saja, seorang muslim yang menginginkan kebaikan, tidak menjadikan kelebihan harga KPR Syariah sebagai hambatan berarti. Untuk apa memiliki rumah jika melalui cara yang haram?
Lebih jauh lagi, bukankah setiap perjuangan memang memerlukan pengorbanan? Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam saja, yang merupakan kekasihNya, masih diberikan cobaan yang begitu besar dalam perjuangannya. Apakah kita ingin menggapai surga tanpa pengorbanan? Ah, kok jadi murah sekali rasanya tiket ke surga.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut: 2)
Nah, bagi yang sudah siap berkorban dan harusnya semua siap berkorban, berikut ini adalah tips-tips dalam mengajukan KPR Syariah. Bukan dari saya :), tapi dari Bang Ali Hozi, yang sudah lebih lama di dunia praktis perbankan syariah.
Semoga bermanfaat.
------------------------
1. Jangan Terburu-buru dalam Memilih Rumah, Sediakan Waktu Yang Cukup.
Setiap keluarga yang ingin memilih rumah melalui KPR Syariah haruslah mempunyai waktu yang cukup untuk memilih rumah, sesuaikan dengan kriteria yang diinginkan oleh KPR Bank Syariah. Seringkali karena terburu-buru sebuah keluarga tidak lagi memperhatikan kondisi dan lokasi rumah tsb , diajukan ke bank syariah dan ditolak.
2. Perhatikan Kebutuhan Luas Rumah jangan sampai Mubazir.
Setiap keluarga yang ingin memilih rumah melalui KPR Syariah untuk tempat tinggal, haruslah memperhatikan kebutuhan luas rumah yang akan dibeli. Berapa kamar yang dibutuhkan untuk anggota keluarga , jangan sampai mubazir karena dalam ajaran Islam memiliki rumah tidak boleh banyak kamar yang kosong. Selain itu juga akan menambah besar biaya yang harus dikeluarkan kalau rumah yang dibeli terlalu besar.
3.Menghitung Plafond KPR Syariah yang sesuai dg Pendapatan Anda
Sebelum memilih berapa besar nominal KPR Syariah yang akan Anda ajukan , anda harus menghitung terlebih dahulu berapa besar plafond KPR Syariah yang akan Anda dapatkan sesuai dengan pendapatan Anda setiap bulan, apakah dari gaji tetap ataupun penghasilan dari usaha Anda.
Dan biasanya Bank Syariah menganut kaidah angsuran tidak boleh lebih dari 35%-40% dari total pendapatan Anda (take home pay). Tanyakan ke marketing bank syariah kalau pendapatan sekian , akan mendapatkan berapa besar plafond KPR Syariah dan dengan jangka waktu berapa lama?
4.Anggaran Dana
Masalah anggaran dana seringkali menjadi kendala bagi setiap keluarga yang ingin mengambil KPR Syariah, karena kurang pengetahuan tentang masalah menghitung berapa dana yang harus disiapkan dalam mengambil KPR Syariah Sebenarnya baik mengambil KPR Bank Syariah maupun Bank Konvensional besarannya dana yang harus disiapkan tidak jauh berbeda,
Anggaran dana biasanya yang harus disiapkan adalah untuk membayar biaya-biaya sbb :
1.Biaya Adm dan Provisi
2.Biaya Asuransi Jiwa dan Kebakaran
3.Biaya Survei
4.Biaya Akad Notaris
5.Biaya AJB dan Biaya Balik Nama
6.Pajak BPHTB yang harus disetor ke kas negara.
Diskusikan dengan marketing bank syariah semua besaran biaya tsb dan juga dalam menghitung plafond KPR Syariah , tidak usah sungkan untuk bertanya, saya yakin mereka akan menjawab dengan senang hati.
5. Lokasi Rumah
Setelah mempersiapkan keempat hal tsb di atas barulah Anda bisa memilih lokasi rumah yang sesuai dengan Kebutuhan Anda , Plafond KPR Syariah Anda dan juga sesuai dengan Anggaran Dana Anda. Untuk memilih lokasi rumah dengan cepat, tepat dan menghemat waktu dan saya ada beberapa tips yaitu :
1.Melihat iklan perumahan di surat kabar
2.Mengunjungi pameran – pameran rumah seperti REI Expo.
3.Memanfaatkan bantuan broker-broker property
4.Bertanya dengan pihak marketing bank syariah, karena biasanya mereka mempunyai kenalan relasi developer perumahan.
6.Legalitas
Tips yang terakhir dalam mengajukan KPR Syariah adalah memperhatikan aspek legalitas rumah yang akan dibeli, pastikan rumah yang dibeli sudah bersertipikat tersendiri dan tidak bermasalah, bukti-bukti pembayaran PBB dan juga ada IMB nya. Aman dari penggusuran atau pemotongan lahan dan tidak bersengketa atau bermasalah.
---------http://alihozi77.blogspot.com/2010/05/tips-tips-mengajukan-kpr-syariah-untuk.html-----
pakk.. numpang link yaaaa... jazakalloh :)
ReplyDeleteTfs yaa ustadz...
ReplyDeletetafadhdholi.... :) wa jazakillah khayra...
ReplyDeleteu r welkam yaa ustadzah...
ReplyDeletejfs, Mas.
ReplyDeletesetidakny jadi tambah mudah jelasin ke orang setelah baca jurnal ini. :d
Ada buku bagus yg patut dibaca oleh kita semua, judulnya Tidak Syarinya Bank Syariah tulisan dr Pak Zaim Zaidi...Ternyata Bank Syariah yg ada skrg justru menerapkan double riba ? Krn mereka telah menggiring umat muslim ke dalam jebakan islamisasi kapitalisme/ riba dengan iming-iming 'syariah'. Analogi mudah: Ambil segelas air dan campurlah dengan 2 tetes bir, akankah kita meminumnya? Penjelasan lengkap mengenai industri 'syariah' bisa dibaca di bukunya Pak Zaim tsb. Untuk mendapatkan bukunya bisa beli di sini : http://dinar-shop.com/
ReplyDeleteSy pribadi 2 thn yg lalu mengambil KPR lewat bank yg ngakunya pertama murni syariah. Dua tahun sy ngangsur sekitar 40jt-an, tp dlm rentang waktu tsb pokok pinjaman sy baru berkurang sebesar 6jt. Lalu, yg 34jt itu apa bedanya ya dg riba di bank konvensional ? Jujur, saya teramat sangat menyesal...tp krn kondisi terpaksa, waktu itu tdk ada jalan lain. Skrg sy sdh menemukan solusinya utk pelan2 meninggalkan riba...yaitu kembali ke dinar emas dan dirham perak...www.wakalaalrasyid.com
Mohon maaf ya, klo sharing sy malah kurang mendukung postingan ini...
ya, saya juga belajarnya ke Ahmad Kamil Mydin Meera waktu di Malaysia kok, sama2 dinarist seperti Bang Zaim. Saya juga pendukung dinar, walaupun pemahaman saya tidak sama persis dengan Bang Zaim Saidi
ReplyDeletesayangnya anda hanya melempar isu, "double riba", "islamisasi kapitalisme", tanpa penjelasan, sekedar menyuruh baca bukunya langsung.
klo anda mencurigai bank konvensional dari metode hitungannya, saya rasa kurang tepat. toh itung2an itu hanya matematika. apakah matematika tidak syar'i hanya karena digunakan untuk menghitung riba?
2+1 = 3 di mana "1"nya merupakan bunga dari akad simpan pinjam tentu haram
tapi 2+1 = 3 di mana "1"nya merupakan keuntungan dari akad jual beli tentu halal
di atas itu semua, praktik perbankan syariah sudah melewati kajian MUI, bahkan ulama dunia. Jika kita dengan mudahnya mengatakan itu tidak syar'i maka pertanyaannya, siapa kita?
waiyyak :)
ReplyDeleteMohon maaf, bukan maksud saya hanya mau melempar isu...tp klo sudah baca bukunya, diskusi akan bisa lebih mudah, tidak hrs berdebat kesana kemari...
ReplyDeleteSaya memang bukan siapa2...tp selagi ada solusi yg lebih baik untuk menghindari riba, kenapa mesti menyampingkannya ?
solusi itu disebut lebih baik tdk hanya dilihat dari zatnya, tp juga hal2 lain seperti implementasinya, dll.
ReplyDeletesolusi yg mbak Kosi tawarkan mungkin lebih baik menurut mbak Kosi dan Zaim Saidi, tp apakah itu lebih baik drpd solusi yg ditawarkan MUI dan ulama dunia lainnya?
pada akhirnya kita sama2 perlu mengkaji lebih dalam sebelum melempar isu (terlepas maksudnya apa), terutama ketika bertentangan dg apa yg sdh direkomendasikan banyak ulama.
btw, robin sudah bacakan buku pak zaim saidi?? kalo saya belum..
ReplyDeletekalo udah, mau sekalian tau dong pandangan robin........
saya belum baca mbak.
ReplyDeletesoalnya saya lihat buku2 tentang dinar emas isinya mirip. yang saya udah baca 2 bukunya dan pernah duduk di kelasnya itu Prof. Ahmad Kameel Mydin Meera (Malaysia), salah tokoh pendukung dinar emas juga
klo mau pinjem bukunya ada di rumah...hehehe...
pandangan saya,
secara fikih, apakah umat islam wajib memakai dinar emas atau tidak masih diperdebatkan
secara ekonomi, penggunaan uang riil, dalam hal ini emas (dinar emas), dapat menjaga kestabilan moneter, krn tidak adanya inflasi.
selain itu, penggunaan emas sebagai mata uang memang dapat menghalangi perkembangan riba. namun ini akan kembali lagi ke individunya masing2. ketika mereka ingin riba, ya emas g akan bisa menahannya. dulu juga pernah berlaku uang emas/uang dg backup emas, tp akhirnya kandas juga.
saya melihat, ke depannya memang harus kembali ke uang emas. tp ada beberapa yg tdk saya setujui dari bbrp pandangan (bbrp lho, bukan semua) para pendukung uang emas.
1. tdk wajib zakat atas uang kertas. wajib zakat hanya pada emas. pandangan ini dibantah Yusuf Qardhawi dlm Fiqh Zakat-nya. bagaimana mungkin para pendukung emas itu tdk mewajibkan zakat atas uang kertas, sdgkan mereka sendiri menbgambil manfaat dari uang kertas tersebut.
2. bank syariah tidak syariah krn menggunakan uang kertas bukan emas. ini juga menurut saya keterlaluan, krn bank syariah ini telah melewati kajian para ulama yg diakui.
intinya, saya setuju dg kembalinya kita ke uang emas. tapi langkah2nya perlu dipikirkan dan disusun dg matang, serta sinergi dg usaha penegakan ekonomi syariah di bidang lain (bank syariah, dll). jangan sekedar melempar isu yg membuat masyarakat jadi ragu thd sistem ekonomi syariah (bank syariah, dll) yg sedang dibangun, tanpa penjelasan2 yg konkrit.
segini dulu ya..
wallahul-musta'an