Sayangnya lafadz yang seringkali dikatakan sebagai hadits nabi ini
tidak kita temukan di kitab-kitab hadits yang muktamad, semacam Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa”i, Sunan Abu Daud, Sunan
At-Tirmizy, Sunan Ibnu Majah dan lainnya.
Juga tidak kami dapati di kitab-kitab hadits ahkam semacam Bulughul Maram atau Nailul Authar dan sejenisnya.
Sheikh Nawawi Al-Bantani pernah mengatakan bahwa lafadz ini hanyalah hikmah dan bukan hadits nabi shallallahu alayhi wasallam.
Namun keterangan yang lebih rinci kita dapat dari seorang ahli hadits di negeri ini, yaitu Al-Ustadz Prof. KH. Ali Mustafa Ya”qub, MA. Beliau menyebutkan bahwa lafadz itu didapatnya tertulis pada salah satu kitab yang disebut dengan Ar-Rahmah fii Ath-Thibb wa Ar-Rahmah karya Al-Imam As-Suyuti (wafat 911 H).
Namun alih-alih sebagai hadits nabi, lafadz itu ternyata hanyalah merupakan perkataan seorang tabib (dokter) dari Sudan, yang tidak ada kaitannya dengan urusan syariah dan agama.
Mungkin sebagai sebuah advis atau nasehat dari seorang dokter, esensi nasehat tersebut ada benarnya, namun kalau dikatakan bahwa lafadz itu merupakan sabda nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam, sungguh sangat disayangkan.
Sebab kita tahu bahwa hal itu merupakan sebuah kebohongan serius kepada beliau. Sampai ada hadits yang menyebutkan bahwa orang yang sengaja berdusta tentang nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam, maka dia harus menyiapkan tempat duduknya dari api neraka.
Bukan Hadits Tapi Nasehat Dokter
Di dalam kisah itu As-Suyuti menuliskan bahwa ada empat orang dokter ahli berkumpul di hadapan Kisra raja Persia. Masing-masing berasal dari negeri yang berbeda. Yaitu dari Iraq, Romawi, India dan Sudan.
Masing-masing diminta untuk memberikan resep yang paling manjur yang tidak memberikan efek samping. Dokter dari Iraq memberi resep berupa minum air hangat tiga teguk setiap hari begitu bangun tidur. Resep dokter dari Romawi adalah menelan 3 biji rasyad (sejenis sayuran) tiap hari. Resep dokter India adalah menelan 3 biji ihlilaj tiap hari. Ihlilaj adalah sejenis gandum yang tumbuh di India, Afghanistan dan Cina. Giliran dokter dari Sudan, resepnya adalah tidak makan kecuali sudah lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Rupanya resep terakhir inilah yang dianggap paling manjur dan juga diakui oleh ketiga rekannya.
Dalam mengisahkan cerita tentang nasehat dokter dari Sudan ini, Al-Imam As-Suyuthi sama sekali tidak menyebutkan bahwa lafadz ini datang dari Rasulullah shallallahu alayhi wasallam. Sehingga kalau sampai banyak penceramah main kutip lafadz ini sehingga akhirnya seolah menjadi hadits nabi, sungguh sangat disayangkan.
Wallahu a”lam bishshawab, wassalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
sumber: eramuslim.com
Berarti selama ini kita semua telah melakukan kesalahan besar ya Pak Ustadz?
ReplyDeleteSemoga kursi di neraka telah mencair dengan pengetahuan ini...
ReplyDeletejazakallah mas Muqorrobin.....
ReplyDeleteJazakallahu infonya,
ReplyDeletekalo hadist yang sepertiga sepertiga gimana akhi?
(air, udara, makanan)
sebenarnya hadits ini sudah lama dibahas oleh Prof. Ali Mustafa Yakub dalam bukunya, bahkan mungkin termasuk yg dibahas di koran republika bbrp tahun lalu...
ReplyDeletehati-hati dalam menuntut ilmu, itu mgkn salah satu kuncinya..
waiyyaka, mas achmad...
ReplyDeletewaiyyaaka..
ReplyDeletehadits yg ini yah..
Berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam:
"Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafasnya." (HR. Ibnu Majah)
Sejauh ini saya lihat para ustadz tidak mengomentari hadits ini, bahkan dimuat dalam buku Adab Harian Muslim, yang ditulis Syaikh 'Abdul Hamid bin 'Abdirrahman as-Suhaibani. Sepertinya memang tidak ada masalah dg hadits tersebut.
wah..terima kasih banyak atas infonya akhi...
ReplyDeletesaya link ya...
karena di rumah pun sempat terjadi beda pendapat perkara hadits ini.
:)
sama-sama ukhti...
ReplyDeletetafadhdholi..
kykny seru tuh pembahasan di rumahnya.. :)
terima kasih atas infonya juga akh,
ReplyDeleteternyata selama ini masih banyak ilmu yang harus dipahami lebih jauh
wah, makasih banget yah.
ReplyDeletejadi makin tau nih. banyak juga yah ternyata selama ini hadits yang sering didengar oleh kita (umum banget) ternyata ngga jelas.
jazakallah.
terimakasih kembali ukht...
ReplyDeleteilmu yg harus dipahami lebih jauh itu buaaanyak sekali...
mari terus belajar..
sama-sama bro..
ReplyDeletetul, hadits dha'if, palsu, bahkan bukan hadits dibilang hadits, itu ga sedikit yg populer.. :(
waiyyak
owh begitu toh..
ReplyDeletesyukron atas infonya..
^ ^
afwan, akhi (ukhti?) :)
ReplyDeletepanggil saja bang kelinci...
ReplyDelete:D
lho,,kog situ yang jawab?!
ReplyDeletememang situ siapa beranin-beraninya jawab pertanyaan orang lain yang ditujukan ke saya?!
emangnya situ wali saya?!
hoho,,becanda ra..
^ ^
lho,,kog situ yang jawab?!
ReplyDeletememang situ siapa beranin-beraninya jawab pertanyaan orang lain yang ditujukan ke saya?!
emangnya situ wali saya?!
hoho,,becanda ra..
^ ^
siiip dah, saya nonton aja ya :)
ReplyDeleteassalamualaikum
ReplyDeletesaya pendatang baru
bg benarkah rasulullah ketika makan dgn sahabat kakinya tegak ???
wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeletesetahu saya yg dimaksud dengan menegakkan kakinya adalah menegakkan salah satu kakinya (kaki kanan dibedirikan, kaki kiri dilipat dan diduduki)
Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata kepada seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR Bukhari)
Ibnu Hajar mengatakan, “Jika sudah disadari bahwasanya makan sambil bersandar itu dimakruhkan atau kurang utama, maka posisi duduk yang dianjurkan ketika makan adalah dengan menekuk kedua lutut dan menduduki bagian dalam telapak kaki atau dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.” (Fathul Baari, 9/452)
Atau dimaksud juga dengan "menegakkan kaki" adalah (menekuk dan)menegakkan kedua kaki, dan duduk dengan pantat (berjongkok).
Dari Anas r.a., katanya: "Saya melihat Rasulullah s.a.w. makan kurma sambil duduk berjongkok." (Riwayat Muslim)
Wallahu a'lam
'afwan atas jawabannya bang
ReplyDeleteo ya itu hadist nya dibuku kumpulan hadist atau yang lain???
biar Ana mencarinya...
Karena Ana baru tahu dari guru Ana...
Jadi penasaran...
'AFWAN
hadisnya bisa dilihat di kitab riyadhushalihin
ReplyDelete