Tuesday, 19 May 2009

SBFI 5 : Sikap Terhadap Bunga Bank

Haramnya bunga bank tentu sudah kita pahami bersama. Karena karakter bunga bank begitu pas dengan karakter riba yang dalil-dalil pengharamannya sudah dangat jelas. Namun di zaman berkuasanya ekonomi konvensional seperti sekarang, sangat tidak mudah untuk menghindari bunga bank. Kondisi KETERPAKSAAN membuat kita tetap berurusan dengan bank-bank yang tidak sesuai syariah.

Okelah kita tidak menikmati bunga dari bank-bank tersebut karena keharamannya. Tapi apa yang harus kita lakukan terhadapnya?

Ada 2 pendapat utama dari para ulama mengenai hal ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa ketika seseorang TERPAKSA berurusan dengan bank ribawi, maka jangan diambil bunganya, biarkan saja di akunnya. Pendapat ini juga melarang penggunaan bunga bank untuk kegiatan-kegiatan sosial atau sedekah, karena sedekah dari barang haram tidak diterima.

Disebutkan dalam hadits yang shahih,
"Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik" (HR. Muslim)

Konsekuensinya, nasabah ketika ingin menutup tabungannya, harus menyisakan sejumlah uang sesuai bunga yang ia dapat selama menabung.

Namun berlainan dengan pendapat pertama, pendapat kedua membolehkan, bahkan menganjurkan kaum muslimin yang TERPAKSA menabung di bank ribawi agar tidak membiarkan uangnya di bank tersebut, bahkan harus memanfaatkan uangnya untuk kegiatan sosial, sedekah, atau yang semisalnya.

Beberap hujjah mengenai pendapat kedua adalah sbb:

1. Bunga memang bukan hak nasabah, namun ia juga bukan hak bank. Sehingga bunga bank haram, baik bagi nasabah maupun bagi bank.

2. Membiarkan bunga bank tetap di bank, berakibat pada semakin besarnya dana bank untuk melakukan aktivitas ribawinya. Padahal Islam melarang untuk saling tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran (QS. 5:2)

3. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyuruh sahabat untuk bersedekah dengan kambing panggang yang dihidangkan kepada beliau karena ketika akan dihidangkan diketahui bahwa kambing tersebut diambil tanpa seizin pemilikinya. Nabi bersabda
"Berikanlah kepada para tawanan untuk dimakan"
(Hr. Ahmad dengan sanad yang baik)

4. Dalam suatu atsar, dikisahkan bahwa al-Hasan radhiallahu anhu pernah ditanya tentang tobatnya koruptor -mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi- dan status hartanya setelah semua pasukan kembali ke rumah masing-masing. Beliau menjawab, "Disedekahkan".

5. Menyalurkan bunga bank sebagai sedekah atau kegiatan sosial, tidak bertentangan dengan hadis larangan sedekah kecuali dengan harta yang halal. Karena pada dasarnya, nasabah yang menyalurkan bunga bank tersebut bukan bertindak sebagai  pemberi sedekah, tapi penyalur sedekah. Ia tidak mendapatkan pahala sedekah, tapi mendapatkan pahala sebagai penyalur kebaikan (tolong menolong dalam kebaikan). Selain itu pahala juga baginya karena telah berusaha menghindar dari harta haram (bunga bank).

6. Dari sudut pandang ekonomi makro, yang paling dirugikan dari sistem riba adalah masyarakat miskin. Karena sistem riba sebagai bagian dari sistem ekonomi kapitalis, membuat kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, sehingga mengembalikan harta tersebut (bunga bank) kepada fakir miskin adalah tindakan yang tepat.

Demikian 2 pendapat utama berkenaan dengan bunga bank. Saya pribadi lebih cenderung pada pendapat kedua karena lebih meminimalisir mudharat dan memperbesar manfaat.

Satu hal lagi yang patut diperhatikan dalam bersikap terhadap bunga bank adalah  mengeluarkannya dari perhitungan zakat. Karena 2.5% yang dihitung adalah 2.5% dari harta halal yang dimiliki. Adapun bunga bank, bukanlah harta halal. Namun jika kita melebihkan zakat kita sebagai sedekah tentu diperbolehkan (QS. 2:184).  

Di atas itu semua, mari tetap berusaha keras menghindari bank ribawi.


Wallahul-musta'an
Dan Allah-lah Yang Maha Penolong

16 comments:

  1. Syukron Mas, article-nya boleh ana copas?

    ReplyDelete
  2. I like this writing,pap...thankyou

    ReplyDelete
  3. kebetulan nih akh, saya ada pertanyaan. Kalau menyalurkan ke rekening2 badan infaq (misal PKPU, Dompet Dhuafa, ACT eramuslim dll) itu harusnya ke kategori rekening apa ya. Apa kategori infaq and sedekah atau (kalau di DD ada kategori bantuan kemanusiaan). Jazakallah infonya, sering mencari2 fatwa tentang ini, tapi baru sekarang ketemu yang komplit.

    ReplyDelete
  4. silahkan ke kategori apa saja akh, asal bukan zakat.
    bunga bank bisa kita salurkan sebagai sedekah, infaq, ataupun bantuan kemanusiaan..

    waiyyak.

    ReplyDelete
  5. kak syukron artikel2nya bermanfaat

    ReplyDelete
  6. tambahan...
    ummi menyimpulkan, berarti ini semua kembali ke perbandingan antara mudhorot dan manfaat dari pilihan kita.

    dulu, waktu di jepang terutama, kalau umi dapet makanan atau ga sengaja beli makanan yang ternyata di dalamnya terdapat zat yang diharamkan, atau syubhat, kita akan membuangnya, bukan diberikan ke teman yang non Islam. seingat umi, sih, itu juga dikasi tau abi. alasannya karena barang yang haram ngga patut disedekahkan/dihadiahkan. Dulu waktu khamr diharamkan juga bukan dijual atau dikasih ke kafirin, tapi diperintahkan Rasulullah untuk dibuang di got2 kota,kan.
    yah, seperti juga kita lebih baik mengoleh2i teman yang non muslim pun dengan sesuatu yang halal (bagi kita)

    nah, kalau dibandingkan dengan kasus penyaluran bunga bank ini, berarti sebenarnya lebih baik makanan itu dikasih ke orang non muslim daripada dibuang,dong?
    manfaatnya: ngga mubazir,kita jadi lebih dekat dengan teman kita yang dibagi makanan, dan dia juga jadi tahu, kalau kita itu bukan orang yang sembarangan makannya.
    sedangkan kalau kasus khamr dulu, khamr itu diminum sama non Islam juga mudhorot kemasyarakatannya besar(orang2 mabuk cenderung membawa kebatilan dalam masyarakat)

    bener,ngga,bi?

    ReplyDelete
  7. ada cerita juga,
    waktu itu anak ipb mau ngadain acara perfilman, mengundang orang perfilman untuk bagi-bagi ilmu. critanya, ngga ada duitnya, jadi minta mas Alex Sihar itu ngasih ilmu secara sukarela.
    Trus dia nego, "ya udah,deh. gapapa. tapi traktir gua makan bakmi babi di bogor itu,yah. katanya enak."
    ya udah, akhirnya tugas mengajak mas Alex Sihar makan di bakmi babi itu dilimpahkan ke pembina kemahasiswaan yang nonIslam. ini gimana,ya?

    kalau dari segi manfaat-mudorot:
    manfaatnya: jadi dapat ilmu dari ahlinya, dengan pengeluaran minimal. (udah usaha nyari orang yang selevelan dia, ternyata pada ngga bisa semua)

    ReplyDelete
  8. pertama, seseorang mengalami perubahan dalam pengambilan hukum fikih sesuai perkembangan pemahamannya terhadap fikih :)

    kedua, maqashid syariah (maksud2 syariah) adalah salah satu pembahasan yang paling kompleks dalam fikih.
    tindakan yg diambil atas pemahaman maqashid atas hukum riba, dengan pemahaman maqashid atas hukum makanan haram, sangat mungkin berbeda.

    ketiga, pemikiran-pemikiran seseorang atas mudharat dan manfaatnya sesuatu tidak serta merta menunjukkan maqashid dari suatu hukum syariat. Ust muntaha aja, yg disertasinya berhbungan dg maqashid syariah ditanyain sama supervisornya, "ini maqashid syariah atau maqashid menurut antum?" ^_^;

    keempat, hadits ttg nabi saw memberikan daging kambing curian sudah jelas, cerita ttg sahabat membuang khamr di hari pengharamannya pun jelas. nah ada satu lagi hadits ttg khamr...

    "Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah melaknat (dalam masalah khamar) ini adalah produsen (pembuatnya), distributor (pengedarnya), penjualnya, pembelinya, peminumnya, pemakan uang hasilnya, pembawanya, yang dibawakan untuknya, penuangnya, (orang) yang dituangkan (khamar) untuknya," (HR Imam Ahmad dengan sanad shahih, dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, serta al-Hakim, dan dikatakan shahih oleh Mundziri).

    Jelas, laknat Allah memiliki pertimbangan tersendiri dalam memahami maqashid. Memang, riba pun mendapat ancaman yang sangat keras di Al-Quran. Tapi bedanya, dalam hadits di atas jelas disebutkan ttg orang yang membawakannya.

    Selain itu yg membedakan antara penyaluran riba ke fakir miskin dg pemberian makanan haram ke non-islam (tidak miskin) adalah bahwa kasus pertama berkaitan dg salah satu maqashid utama dalam syariah yaitu kesejahteraan (harta).

    Maqashid syariah yg utama, sebagaimana disebutkan al-Imam asy-Syatibi adalah
    perlindungan terhadap : 1. iman, 2. kehidupan, 3. akal (pemikiran) 4.keturunan, 5. harta (kesejahteraan)

    Untuk kasus Alex Sihar, benarkah ilmunya merupakan sesuatu yg sangat mendesak dan diperlukan? Sperti apa mendesaknya? Sudahkah dipertimbangkan maqashid syariah yg utama?

    Klo Abi sih merasa kurang nyaman membelikan seseorang makanan haram dan najis (babi), karena ingin memperoleh ilmunya. Kecuali tanpa ilmu itu Abi merasa, minimal, kehidupan dunia abi terancam.

    wallahu a'lam
    wallahul-musta'an

    ReplyDelete
  9. jazakallah khairan jawabannya bi

    ReplyDelete
  10. Terpaksa maupun tdk, riba tetap haram.

    ReplyDelete